Rabu 10 May 2017 15:15 WIB

Presiden Baru Korsel Bersedia Kunjungi Korut

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Brosur dengan sampul depan calon presiden Korea Selatan Moon Jae-in dari Partai Demokratik saat kampanye di Goyang, Korea Selatan, 4 Mei 2017.
Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Brosur dengan sampul depan calon presiden Korea Selatan Moon Jae-in dari Partai Demokratik saat kampanye di Goyang, Korea Selatan, 4 Mei 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden baru Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan, dia bersedia mengunjungi Korea Utara untuk membicarakan upaya agresif Pyongyang dalam mengembangkan program rudal dan nuklir. Sikap lembut Moon terhadap Korea Utara dapat memicu gesekan dengan Washington, yang telah memberikan ancaman aksi militer hingga isyarat perundingan.

Moon juga mengatakan, dia akan bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) dan Cina mengenai sistem pertahanan antirudal AS di Korea Selatan, THAAD. Sistem tersebut telah membuat marah Beijing, yang mengatakan radar kuat THAAD memungkinkan Washington untuk memata-matai militernya.

Dalam sebuah pidato di Majelis Nasional, Moon berjanji akan mengupayakan perdamaian di Semenanjung Korea. "Saya akan segera bergerak untuk mengatasi krisis keamanan nasional. Saya bersedia pergi ke manapun untuk perdamaian di Semenanjung Korea. Jika diperlukan, saya akan segera terbang ke Washington. Saya juga akan pergi ke Beijing dan saya akan pergi ke Tokyo. Jika kondisi memungkinkan, saya akan pergi ke Pyongyang," kata Moon, dikutip Japan Times.

Moon, yang kemenangannya menutup salah satu rangkaian politik paling bergolak dalam sejarah Korea Selatan, mengambilalih tugas kepresidenan setelah Komisi Pemilu selesai menghitung dan mengumumkan pemenang, Selasa (9/5). Ia menggantikan posisi mantan Presiden Park Geun-hye.

Dia juga diharapkan dapat mencalonkan seorang perdana menteri, posisi terpenting kedua di negara tersebut, yang memerlukan persetujuan dari anggota parlemen. Kemudian Moon harus menunjuk seorang kepala staf kepresidenannya.

Moon telah menerima telepon dari Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, Jenderal Angkatan Darat Lee Sun-jin, yang memberi tahu tentang kesiapan militernya. Dia juga mengunjungi kantor partai oposisi, untuk mencari dukungan dalam memerintah negaranya yang telah terbelah secara ideologis dan loyalitas regional.

Partai Demokrat yang mendukungnya hanya memiliki 120 kursi di Majelis Nasional, yang memiliki 300 kursi. Sehingga dia mungkin memerlukan dukungan lebih luas untuk mendorong kebijakan utamanya.

Moon merupakan anak seorang pengungsi yang melarikan diri dari Korea Utara saat Perang Korea. Ia harus menjabat sebagai presiden tanpa adanya masa transisi, karena mantan Presiden Park tengah terlibat skandal korupsi.

Moon diperkirakan akan sangat bergantung pada menteri di kabinet Park, di awal-awal pemerintahannya. Ia akan menjabat sebagai Presiden selama lima tahun sesuai dengan konstitusi Korea Selatan.

Dalam pemilu, Moon berhasil meraih 41 persen suara. Ia dengan mudah mengalahkan pemimpin partai konservatif Hong Joon-pyo dan anggota dewan pusat Ahn Cheol-soo, yang masing-masing meraih 24 persen dan 21 persen.

Moon sering tampil dalam aksi unjuk rasa anti-Park yang dilakukan setiap akhir pekan. Skandal korupsi yang melibatkan Park, telah mendorongnya untuk membangun kembali peraturan dalam sistem pemerintahan. Dia menyerukan reformasi untuk mengurangi kesenjangan sosial dan untuk menghapus kemungkinan adanya hubungan yang korup antara politisi dan pengusaha.

Baca juga: Mengenal Moon Jae-in, Pengungsi Korut yang Jadi Presiden Korsel

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement