REPUBLIKA.CO.ID,CARACAS -- Aksi demo terhadap pemerintahan sosialis Presiden Nicolas Maduro, dilakukan oleh seluruh pensiunan di Caracas, Venezuela. Mereka semua sudah sangat renta.
Aksi demo tersebut sudah berlangsung hampir enam minggu. Polisi gunakan helm, perisai, dan gas air mata untuk menghentikan kericuhan.
"Hormatilah orang tua anda, anak-anak bajingan!" teriak seorang pria berjenggot, sambil melempar pukulan ke petugas di garis depan, pada aksi demo, Jumat (12/5). Sejak melancarkan protes terhadap pemerintahan pada awal April, pemerintahan Venezuela telah berusaha untuk mengubah taktik.
Pemberontak pemerintahan mengadakan beberapa kali aksi demonstrasi, seperti aksi demo diam, aksi demo nyalakan lilin, ada juga demo khusus untuk wanita, musisi dan petugas medis. Pemerintah selalu berusah untuk melakukan kesepakatan dengan para pendemo.
Kemudian pada akhirnya, seperti ditulis reuters, mereka mengadakan demo pada, Jumat (12/5) khusus untuk para pensiunan yang sudah renta. Aksi demo dilakukan di samping The Miraflores Presidential Palace.
Sejak aksi dijalankan dari April 2017, setidaknya sudah ada 39 korban tewas, dan ratusan korban luka-luka, serta diamankan pihak berwajib setempat. Pendemo mengatakan, pemerintahan Presiden Nicolas Maduro adalah diktator dan menurunkan ekonomi OPEC.
Saat ini, pendemo ingin pemerintahan mengadakan pemilihan ulang, mencari bantuan kemanusiaan dari luar negeri, membebaskan aktivis yang ditahan, dan ingin otonomi yang dikuasai oposisi diubah.
Presiden Nicolas menganggap pemberontak sengaja ingin kudeta dengan meminta bantuan dari Amerika Serikat dan media asing. "Kebebasan! Turunkan Maduro!" demonstran tua semua berteriak. "Saya di sini untuk membela cucu-cucu saya, untuk membela negara saya," kata Rafael Colmenares, kakek berusia 78 tahun.
Lebih banyak gas air mata daripada makanan
Orang tua renta di Venezuela telah terpukul oleh resesi brutal selama empat tahun, yang menyebabkan kekurangan makanan dan obat-obatan, serta antrean panjang di toko-toko. Pemerintah harus membayar mahal atas pelarian mereka selama ini.
"Setiap gas air mata cannister, harganya lebih mahal dari gaji minimum (bulanan). Pemerintah menghabiskan lebih banyak gas air mata, daripada menyediakan makanan," keluh Francisco Viveros, kakek berusia 67 tahun, salah seorang pengunjuk rasa.
Seluruh kakek dan nenek pendemo, berdiri di garda depan untuk melindungi para pemuda, dan mereka sudah menjalani kehidupan mereka selama ini. Namun, di sana juga ada sejumlah pendukung pemerintah berkumpul di dekat Miraflores, mengenakan slogan-slogan pro-Maduro yang merah.
Seluruh rakyat, khususnya rakyat miskin Venezuela, menyaksikan pemerintah sangat menikmati dukungan kepada mereka dari kaum mayoritas. Oposisi memang memenangkan pemilihan pada 2015.
Namun, mereka harus menerima pemblokiran referendum dan penundaan pemilihan pada 2016 lalu. Pemimpin oposisi menginginkan pemilihan 2018 diadakan di awal tahun, namun hal tersebut sepertinya tidak diizinkan.
Akhirnya, Maduro menciptakan 'Majelis Konstitusi', dan menjadi kontroversial. Karena, majelis tersebut diberikan wewenang untuk menulis ulang konstitusi dan menggoyang kekuatan publik.
"Kami akan mengalahkan fasisme!" kata Maduro dalam sebuah pidato pada Kamis malam. Ia menuduh pada kematian yang terjadi selama aksi demo berlangsung enam pekan ini.
Sementara pihak oposisi percaya, aksi demo ini justru menjadi momentum jatuhnya kepemimpinan diktator selama empat tahun tersebut. Mereka berharap, ekonomi yang sedang krisis, bisa kembali membaik setelah pemerintahan berganti.