REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Serangan siber global yang diluncurkan peretas dengan menyebarkan ransomware WannaCry, telah mengancam Eropa. Kekacauan dari serangan ini dimulai pekan lalu saat e-mail dan dokumen kampanye milik kandidat Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dilaporkan telah dicuri.
Dokumen itu kemudian dibeberkan di situs Pastebin, tepat satu hari sebelum pemungutan suara dilakukan pada Ahad (7/5). Tim kampanye Macron mengatakan, isi dokumen telah dicampur dengan informasi palsu yang dapat mempengaruhi pandangan pemilih.
Pada Rabu (10/5), peretas berhasil melakukan peretasan beberapa situs milik perusahaan media Prancis, serta meretas perusahaan dirgantara raksasa, Airbus. Peretasan tersebut terjadi empat pekan sebelum pemilihan parlemen Inggris, yang membawa isu penting, seperti keamanan nasional dan pengelolaan National Health Service (NHS).
Pihak berwenang di Inggris telah bersiap menghadapi kemungkinan adanya serangan siber menjelang pemilihan. Mereka juga telah mempelajari serangan siber yang menyasar pemilu AS tahun lalu dan pemilu Prancis bulan ini.
Rusia menjadi satu-satunya negara yang disalahkan atas serangan siber yang menimpa AS dan Prancis. Hal itu karena modus operandi yang dilakukan sama, yaitu meretas akun individu atau organisasi politik dan kemudian merilis isi dokumen secara daring.
Pada Jumat (12/5), Kementerian Dalam Negeri Rusia dan bank terbesar di negara itu, Sberbank, mengatakan mereka juga telah menjadi target serangan. Kementerian mengatakan, sekitar 1.000 komputer telah terinfeksi namun mereka berhasil menginervasi virus tersebut.
Sementara Sberbank mengatakan, mereka telah mengembangkan sistem keamanan dunia maya untuk mencegah virus memasuki sistemnya, dikutip dari Reuters.