REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan cyber global yang memanfaatkan alat peretas yang diyakini dikembangkan oleh Badan Keamanan Nasional AS telah menginfeksi puluhan ribu komputer di hampir 100 negara. Aksi ini telah mengganggu sistem kesehatan di Inggris dan perusahaan logistik FedEx global.
Kejahatan ini dicurigai bermotif pemerasan. Para peretas menipu korban dengan memancing mereka untuk membuka lampiran malware berbahaya ke email spam yang tampaknya mengandung faktur, tawaran pekerjaan, peringatan keamanan, dan file sah lainnya. Pemulihan akses membutuhkan biaya 300 dolar AS sampai 600 dolar AS.
Peneliti keamanan mengatakan, mereka mengamati beberapa korban yang membayar melalui bitcoin mata uang digital, meskipun mereka tidak tahu berapa persen yang telah diberikan kepada pemeras. Periset pembuat perangkat lunak keamanan Avast mengatakan, mereka mengamati 57 ribu infeksi di 99 negara. Rusia, Ukraina, dan Taiwan disebut sebagai sasaran utama.
Negara-negara Asia melaporkan tidak ada kasus besar hingga Sabtu ini. Namun, pejabat di wilayah tersebut berusaha untuk memeriksa tingkat kerusakannya, mungkin tidak diketahui untuk beberapa lama.
Kantor berita resmi China, Xinhua melaporkan, beberapa sekolah menengah dan universitas telah terkena dampak. Namun, tak disebutkan seberapa besar banyaknya dan bagaimana identifikasinya.
Serangan yang paling mengganggu dilaporkan terjadi di Inggris. Rumah sakit dan klinik terpaksa memindahkan pasien setelah kehilangan akses komputer pada Jumat, kemarin.
Sementara, FedEx Corp mengatakan, beberapa komputer Windows-nya juga terinfeksi. "Kami menerapkan langkah remediasi secepat mungkin," katanya dalam sebuah pernyataan.