Rabu 17 May 2017 14:06 WIB

Konflik Korut tak Mengarah ke Perang Dunia III

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan upaya percobaan rudal balistik jarak jauh  Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea Utara
Foto: KCNA/Reuters
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan upaya percobaan rudal balistik jarak jauh Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea Utara

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ketegangan yang terjadi akibat program nuklir Korea Utara (Korut) diperkirakan tidak mengarah kepada perang besar, seperti Perang Dunia III. Meski konflik mungkin terjadi di sekitar kawasan negara tersebut, tapi mungkin keterlibatan kekuatan dunia tak terjadi di sana.

Pakar keamanan dari Institut Lembaga Studi Nasional Jepang, Narushige Michishita mengatakan kekuatan dunia yang diprediksi tidak akan terlibat adalah Cina dan Rusia. Selama ini, ketegangan yang terjadi akibat program nuklir Korut adalah negara-negara yang terletak di sekitar Semenanjung Korea.

"Saya pikir mereka (Rusia dan Cina) akan tetap berada di luar perang karena jika mereka menggunakan kekuatan dalam konflik ini, maka mereka akan menderita," ujar Michishita, dilansir Asian Correspondent, Rabu (17/5).

Selama ini, Korut terus mengembangkan program nuklir dengan alasan sebagai hak pertahanan negara terisolasi itu. Namun, sejumlah negara di sekitar Semenanjung Korea, khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang merasakan ancaman nyata dari hal itu, termasuk serangkaian uji coba yang dilakukan.

Negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu juga diyakini terus mengembangkan kemampuan nuklir, yaitu sebuah rudal yang dapat menjangkau antarbenua atau dikenal sebagai ICBM. Karena itu, AS diyakini menjadi salah satu target Korut.

Sejak 2006, Dewan Keamanan PBB juga telah memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba program nuklir yang dilakukan. Namun, dalam satu tahun terakhir, tes rudal dan perangkat senjata berbahaya tersebut dilakukan secara lebih intensif. Sepanjang 2016, tercatat dilakukan sebanyak lima kali.

Dalam beberapa waktu belakangan, ketegangan antara Korut dan AS terjadi. Presiden AS Donald Trump telah memperingatkan negaranya dapat melakukan aksi militer untuk menghadapi ancaman Korut. Sejumlah kapal kelompok angkatan laut dari negara adidaya itu juga telah ditempatkan di Semenanjung Korea sebagai langkah antisipasi.

Atas langkah AS, Korut kemudian memberi peringatan mengambil tindakan balasan. Korut menganggap berbagai tindakan dan ancaman tersebut sebagai tanda kesiapan AS berperang.

Sebelumnya, Cina sebagai sekutu Korut memperingatkan saat ini ada potensi tinggi terhadap ancaman perang di Semenanjung Korea. Perang tersebut dapat menyebabkan konsekuensi yang tak terbayangkan dan tentunya tidak diinginkan semua pihak.

Menurut Michishita, bagaimanapun Cina tetap dapat melakukan intrevensi bersama dengan Rusia di akhir konflik Korut. Tetapi, bagaimanapun hal itu bukanlah yang kedua negara inginkan.

"Kemudian pasukan Korut juga mungkin akan banyak gugur dalam konflik, sementara AS dan Korsel menderita kelelahan yang amat sangat baik secara militer atau politik," jelas Michishita.

Ia menuturkan Cina dan Rusia melakukan intervensi mungkin hanya pada akhir konflik bersenjata untuk memaksimalkan peran kedua negara. Masing-masing pihak dapat memasuki wilayah perbatasan Korut untuk kemudian mendapat pengaruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement