REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan mengatakan, pihaknya ingin membuka kembali komunikasi dengan Korea Utara. Presiden Korsel Moon Jae-in mencari kebijakan dua jalur yang melibatkan sanksi dan dialog dengan Korut yang tertutup untuk mengendalikan program nuklir dan misilnya.
Korut selama ini tidak merahasiakan fakta mereka sedang berupaya mengembangkan rudal bertipe nuklir yang mampu menyerang daratan Amerika Serikat. Korut juga terus mengabaikan seruan untuk mengendalikan program nuklir dan misilnya.
Bahkan seruan dari Cina, sekutu utamanya tak dipedulikan. Korut terus mengembangkan program nuklirnya. Korut melakukan peluncuran rudal balistik terbaru pada Ahad lalu. Peluncuran rudal tersebut bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Uji coba rudal pada Ahad lalu dilakukan untuk menguji kemampuannya untuk membawa hulu ledak nuklir yang berukuran besar. Dewan Keamanan PBB mengecam uji coba rudal tersebut.
"Sikap kami yang paling mendasar saat ini adalah membuka jalur komunikasi antara Korsel dan Korut," kata Juru Bicara Kementerian Unifikasi Korsel Lee Duk Haeng, Selasa, (16/5). Kementerian Unifikasi, ujarnya, telah mempertimbangkan opsi ini secara internal namun belum ada yang diputuskan.
Komunikasi dengan Korsel, terang Lee, diputuskan oleh Korut tahun lalu. Komunikasi diputuskan Korut setelah ada sanksi baru karena mereka melakukan uji coba nuklir lagi. Pyongyang juga menutup zona industri bersama yang beroperasi di Korut, dilansir Reuters.