REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May, mengatakan, negaranya masih memiliki kepercayaan dalam hubungannya dengan Amerika Serikat (AS). Ia juga mengungkapkan, Inggris akan terus berbagi informasi intelijen dengan sekutu utamanya tersebut.
Pernyataan May ini berkaitan dengan beredanya kabar bahwa Presiden AS Donald Trump membocorkan informasi intelijen AS terkait terorisme kepada Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam pertemuan di Gedung Putih pekan lalu.
Kendati demikian, Trump membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa ia memiliki hak mutlak untuk berbagi fakta yang berkaitan dengan terorisme.
Merespons kabar tersebut, May mengaku maklum. “Keputusan tentang apa yang Presiden Trump diskusikan dengan siapapun yang dia miliki di Gedung Putih adalah urusan Presiden Trump sendiri,” ucapnya, Rabu (17/5).
Ia juga menegaskan bahwa kabar tersebut tidak akan memutus hubungan Inggris dengan AS untuk saling berbagi informasi intelijen. “Kami terus bekerja sama dan terus berbagai informasi intelijen dengan AS seperti yang kita lakukan dengan pihak lain di seluruh dunia. Karena kita semua bekerja sama untuk menghadapi ancaman (terorisme) yang kita hadapi,” ujar May.
Trump telah dituduh membocorkan informasi rahasia kepada Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Adapun informasi yang diberikan kepada Lavrov yakni tentang adanya rencanya serangan teror oleh ISIS melalui perangkat elektronik yang disusupkan ke dalam pesawat.
Trump menilai, tuduhan kepadanya tidak masuk akal. Sebagai presiden, Trump merasa memiliki hak untuk berbagi informasi penting terkait terorisme kepada Rusia. “Sebagai presiden saya ingin berbagi dengan Rusia dan saya punya hak mutlak untuk melakukannya, fakta-fakta yang berkaitan dengan terorisme dan keselamatan penerbangan. Alasan kemanusiaan, ditambah lagi saya ingin Rusia meningkatkan perjuangan melawan ISIS dan terorisme,” ujar Trump melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (16/5).