REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Ia memiliki 16 juta pengikut di Facebook dan 150 ribu di Twitter. Ia pun telah memberikan 4.000 kuliah tentang Islam di seluruh dunia. Namun pria yang juga dai internasional ini sedang diburu oleh otoritas India.
Ia adalah Zakir Naik. Awal persoalan yang mengaitkan Zakir Naik, bermula pada musim panas tahun lalu setelah otoritas di Bangladesh menyebut salah satu pelaku penyerangan di Dhaka terinspirasi oleh Naik. Serangan bersenjata itu menewaskan 22 orang.
Seperti dikutip Aljazirah, otoritas Bangladesh merespons dengan melarang Peace TV. Saluran TV yang disiarkan dari Dubai ini didirikan Naik pada 2006. Dikabarkan ada 100 juta pasang mata yang menyaksikan siaran itu di seluruh dunia.
Dalam pernyataannya, dai berusia 51 tahun ini, membantah mendukung aksi kekerasan. "Membunuh orang berdosa merupakan dosa kedua terbesar bagi Islam," ujarnya.
Pada November 2016, Badan Kontraterorisme India (NIA) mengajukan laporan awal yang menyudutkan Naik dan badan nonprofit yang didirikannya, Islamic Research Foundation (IRF). Zakir Naik dituduh terlibat dalam kegiatan melanggar hukum dan mempromosikan kebencian agama. Pemerintah nasionalis Hindu, India, Narendra Modi merespons dengan melarang aktifitas IRF selama lima tahun berdasarkan UU Antiteror.
Pengacara Naik, Mubeen Solkar mengatakan kepada Aljazirah, ia akan menggugat larangan tersebut di pengadilan. "Kita memiliki bukti nyata bahwa larangan ini tak hanya ilegal tapi juga tak adil," ujarnya.
Direktorat Penindakan India menuduh IRF melakukan tindakan pencucian uang. Semua properti IRF di Mumbai juga telah ditutup. Lembaga pendidikan Naik juga dilarang untuk memperoleh dana dari luar negeri.
Solkar membantah, kliennya terlibat dalam pencucian uang. "Semua transaksi dilakukan lewat bank dan saluran-saluran resmi," ujarnya.
Naik tidak pulang ke India sejak Juli lalu. Belum diketahui di mana ia berada saat ini. Laporan teranyar menyebut ia telah mendapat kewarganegaraan dari Saudi. Namun belum ada informasi resmi ihwal laporan tersebut.