REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB telah membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki dugaan pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar kepada Muslim Rohingya di Rakhine. Tim ini beranggotakan tiga orang dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum terhadap Muslim Rohingya.
Pada Maret lalu, Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB setuju untuk membentuk misi pencarian fakta ke Myanmar guna menyelidiki dugaan penganiayaan dan pembunuhan terhadap Muslim Rohingya. Kasus tersebut ditengarai melibatkan pasukan keamanan dan militer Filipina.
Namun, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menolak gagasan PBB untuk membentuk tim pencari fakta dan dikirim ke negaranya. Ia menilai, upaya penyelidikan yang hendak dilakukan PBB tak sesuai dengan kondisi sebenarnya di Myanmar.
Aung San Suu Kyi menilai penyelidikan PBB di negara bagian Rakhine hanya akan memperuncing kondisi di sana. "Rekomendasi tersebut (penyelidikan) akan memecah lebih jauh dua komunitas di Rakhine yang tidak akan kami terima. Karena hal itu tidak akan membantu menyelesaikan masalah yang timbul sepanjang waktu," ucapnya pada awal Mei lalu.
Ia juga menolak tudingan bahwa dirinya dan pejabat Myanmar lainnya mengabaikan kejahatan terhadap Muslim Rohingya. Ia mengklaim telah menindak pihak-pihak yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap mereka.
Kendati demikian, PBB memutuskan untuk tetap mengirim tim pencari fakta ke negara bagian Rakhine, Myanmar. Hal ini juga untuk membuktikan bantahan militer Myanmar yang mengklaim tidak terlibat atau melakukan pelanggaran serta kekerasan dalam bentuk apapun kepada Muslim Rohingya.
"Misi pencarian fakta internasional ini akan dipimpin oleh Indira Jaising, seorang advokat Mahkamah Agung India," kata presiden Dewan HAM PBB dalam sebuah pernyataan, Selasa (30/5).
Sedangkan dua anggota lainnya adalah Radhika Coomaraswamy, seorang veteran HAM dan pengacara dari Sri Lanka dan aktivis Australia Christopher Sidoti. Ketiganya akan berupaya menyelidiki dan mengusut apa yang sebenarnya dialami Muslim Rohingya dan dilakukan oleh militer Myanmar.
Sebuah laporan PBB pada Februari lalu mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya. Tindakan tersebut diduga sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis. Laporan tersebut disusun berdasarkan wawancara ekstensif dengan korban, yakni Muslim Rohingya, yang telah mengungsi ke Bangladesh.