REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan, negaranya akan segera merespons dan bertindak bila senjata kimia kembali digunakan di Suriah. Hal tersebut ia sampaikan ketika menggelar pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Palace of Versailles, Prancis.
Dalam pertemuannya dengan Putin, Macron mengatakan, dia ingin mempererat kerja sama dengan Rusia untuk memerangi ISIS di Suriah. Termasuk mencari solusi untuk menyelesaikan konflik di sana.
Ia mengungkapkan, dalam proses menyelesaikan konflik di Suriah, semua pihak yang terlibat harus disertakan dalam perundingan. Hal ini merupakan bentuk kerja sama politik dan diplomatik.
Kendati demikian, kata Macron, Prancis tidak akan menunjukkan kelemahan jika senjata kimia digunakan kembali di Suriah. Prancis akan segera merespons hal tersebut.
"Sebuah benang merah yang sangat jelas ada di pihak kita, yaitu penggunaan senjata kimia oleh siapapun," ujar Macron dalam sebuah konferensi pers seusai pertemuan perdananya dengan Putin, seperti dilaporkan laman the Guardian, Selasa (30/5).
Namun Macron menegaskan, prioritas Prancis di Suriah adalah memberantas kelompok teroris. "Prioritas mutlak kami adalah melawan terorisme, pemberantasan kelompok teroris, khususnya ISIS, melalui kemitraan yang kuat dengan Rusia," tuturnya.
Pada bulan lalu, intelijen dan mata-mata Prancis menghimpun data serta bukti terkait serangan senjata kimia mematikan yang terjadi di Khan Sheikhun, Idlib, Suriah. Serangan tersebut diketahui menggunakan gas sarin yang telah dilarang sejak seabad lalu.
Berdasarkan bukti yang dihimpun, Prancis menyimpulkan bahwa serangan tersebut dilakukan di bawah komando Presiden Suriah Bashar al-Assad. Namun Assad membantah tudingan tersebut.