Sabtu 03 Jun 2017 07:03 WIB

Pelepasan Takhta Kaisar Jepang Semakin Dekati Kenyataan

Warga di Tokyo Jepang menonton pidato yang disampaikan Kaisar Akihito, Senin (8/8), terkait kondisi kesehatannya.
Foto: Reuters
Warga di Tokyo Jepang menonton pidato yang disampaikan Kaisar Akihito, Senin (8/8), terkait kondisi kesehatannya.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pelepasan takhta Kaisar Jepang Akihito bergerak selangkah lebih dekat pada Jumat (2/6) ketika majelis rendah parlemen menyetujui rancangan undang-undang pembuka jalan untuk pemberhentian kaisar pertama dalam hampir dua abad.

Akihito (83 tahun) yang menjalani bedah jantung dan pengobatan untuk kanker prostat, dalam sambutan umum pada tahun lalu mengatakan kekhawatirannya mengenai usianya, yang mungkin menghambat pemenuhan tugasnya. Akihito berusaha keras bertahun-tahun untuk menenangkan luka baik di dalam maupun di luar negeri akibat militerisme dalam Perang Dunia Kedua, saat Jepang berperang dalam masa kepemimpinan ayahnya, Kaisar Hirohito.

Akihito akan digantikan Putra Mahkota Naruhito, yang telah berusia 57 tahun. Undang-undang tersebut melewati majelis rendah, yang lebih kuat, dengan hanya beberapa suara berbeda pendapat dan sekarang menuju majelis tinggi, dengan tujuan disahkan sebelum masa sidang parlemen berakhir pada beberapa minggu ke depan.

"Saya berharap majelis rendah pada hari ini, dan majelis tinggi di hari selanjutnya, akan mewujudkan RUU sedemikian rupa sehingga kita bisa berharap bisa selesai dengan cepat," ujar Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga dalam sebuah konferensi pers sebelum memberikan suara.

Meskipun tidak ada rencana pasti untuk sebuah pengunduran diri yang dapat dipastikan media mengatakan hal tersebut kemungkinan akan terjadi pada akhir 2018, yang akan menandai hampir 30 tahun penuh takhta kaisar. Terakhir kali kaisar mengundurkan diri adalah pada 1817.

Rancangan undang-undang tersebut adalah peraturan satu kali, yang memungkinkan Akihito mengundurkan diri, tanpa ketentuan serupa diberlakukan untuk kaisar pada masa depan. Dalam langkah mengatasi kekurangan ahli waris laki-laki dan jumlah anggota keluarga kekaisaran yang terus menyusut, RUU tersebut juga memasukkan sebuah resolusi yang menyerukan agar mengizinkan perempuan tinggal di keluarga kekaisaran bahkan setelah pernikahan mereka.

Undang-undang saat ini mengamanatkan bahwa perempuan yang menikah harus meninggalkan status kekaisaran mereka. Keduanya memungkinkan mereka untuk tinggal dan isu kontroversial mengenai perubahan sistem untuk memungkinkan pewarisan perempuan telah disarankan sebagai cara untuk berurusan dengan masalah anggota keluarga yang menyusut.

Hal tersebut menjadi sorotan pada bulan lalu seusai pengumuman cucu perempuan tertua kaisar akan menikah dengan warga biasa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement