Sabtu 03 Jun 2017 09:47 WIB
Perjanjian Iklim Paris

Macron Pimpin Upaya Baru Buat Planet Ini Hebat Kembali

President Emmanuel Macron berjalan menuju Pusara pahlawan tak dikenal di Arc de Triomphe, Paris, Senin (15/5) dini hari.
Foto: Alain Jocard/Pool/Reuters
President Emmanuel Macron berjalan menuju Pusara pahlawan tak dikenal di Arc de Triomphe, Paris, Senin (15/5) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis, tuan rumah Kesepakatan Perubahan Iklim Paris 2015, akan menggandakan upayanya membatasi emisi karbon dan menarik negara penandatangan lain bersamanya, kata Menteri Lingkungan Hidup Nicolas Hulot pada Jumat (2/6).

Hulot berbicara beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan rencananya mengeluarkan negara penghasil karbon terbesar kedua di dunia itu dari kesepakatan tersebut atas dasar kesepakatan itu buruk bagi ekonomi Amerika Serikat dan akan melemahkan kedaulatannya.

"Kesepakatan itu tidak mati. Sebaliknya, Prancis pribadi, bukan mengurangi ambisinya, akan mengubah mereka dan meningkatkannya serta kami akan menarik bersama kami sejumlah negara lain," kata Hulot kepada radio Eropa 1.

"Prancis berniat mempertahankan dan memperkuat kepemimpinan diplomatiknya mengenai hal ini," katanya.

Hulot adalah pencinta lingkungan terkenal Prancis, yang ditarik ke pemerintahan baru Presiden Emmanuel Macron sebagai menteri saat dibentuk kurang dari tiga minggu lalu. Dengan bergabung dengan aliran kritik internasional terhadap keputusan Trump tersebut, ia mengatakan bahwa pembicaraan terkait tanggapan akan segera dilakukan, termasuk dengan India, saat Perdana Menteri Narendra Modi berkunjung ke Prancis pada akhir pekan ini.

Pada Kamis malam, Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Macron mendesak sekutu mereka untuk mempercepat upaya memerangi perubahan iklim dan mengatakan akan melakukan lebih untuk membantu negara berkembang beradaptasi.

Macron berbicara di televisi pada Kamis malam mengutuk langkah Trump. Berbicara dalam acara yang terpisah dalam bahasa Inggris, dia mengundang ilmuwan dan peneliti perubahan iklim Amerika Serikat untuk datang ke Prancis, dan mencuri sebuah slogan Trump untuk mengatakan sudah waktunya untuk "membuat planet ini hebat lagi".

Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe menyebut keputusan Trump malapetaka. "Keseriusan subjek ini didokumentasikan dengan baik, dan semua orang tahu banyak upaya yang harus kita lakukan untuk mengatasi tantangan besar ini, namun presiden Amerika Serikat secara sadar memutuskan untuk keluar," katanya di Radio RTL.

"Ini malapetaka bagi planet ini," katanya.

Keputusan Trump menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris itu merupakan pemenuhan janji yang dilontarkannya saat kampanye. Namun, keputusan itu diperkirakan akan mengundang penentangan luas, baik di dalam maupun luar negeri.

Sebelum keputusan tersebut diumumkan pada Kamis, Trump yang pernah mengatakan perubahan iklim suatu kabar bohong telah mengambil serangkaian tindakan yang ditujukan untuk membalikkan kebijakan-kebijakan soal perubahan iklim yang digariskan pendahulunya, mantan presiden Barack Obama.

Perjanjian Paris soal perubahan iklim disetujui oleh hampir semua negara di dunia pada 2015 setelah melalui perundingan panjang. Perjanjian dibuat untuk menangani perubahan iklim dengan mengurangi pembuangan gas rumah kaca serta menetapkan sasaran global untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata tidak lebih dari dua derajat Celcius di atas tingkat praindustri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement