REPUBLIKA.CO.ID, PBB, NEW YORK -- Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) menyatakan terkejut atas aporan mengenai kematian 44 migran dan pengungsi di Gurun Sahara pekan ini. Korban sebagian besar dari Nigeria dan Ghana.
Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Sekretariat Jenderal PBB Antonio Guterres, mengatakan dalam taklimat harian, pada Jumat (2/6), bahwa perhitungan penyintas menunjukkan satu kelompok 50 orang sedang melakukan perjalanan ke Libya ketika truk mereka mogok di antara Kota Agadez dan Dirkou di gurun di Niger Utara. Akibatnya, mereka terpajan udara sangat panas dan kekurangan air minum. Hanya enam orang selamat, kata Haq.
UNHCR kembali menyampaikan seruannya bagi pilihan yang layak bagi penyeberangan berbahaya tersebut buat orang yang memerlukan perlindungan internasional, demikian laporan Xinhua --yang dipantau di Jakarta, Sabtu siang.
Badan pengungsi PBB itu berusaha memperoleh 75,5 juta dolar AS untuk memenuhi kebutuhan manusia yang meningkat bagi perlindungan di Libya, termasuk orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dan masyarakat penampung, serta pengungsi dan orang yang mencari suaka, kata Haq.
Pada penghujung Mei, lebih dari 30 migran, sebagian besar balita, tenggelam ketika 200 orang tanpa rompi penyelamat jatuh dari perahu di luar perairan Libya sebelum mereka ditarik ke perahu penyelamat yang sedang menunggu.
Perahu nahas itu sudah mendekati sebuah kapal penyelamat ketika tiba-tiba miring dan banyak migran terguling ke Laut Tengah, kata Komandan Penjaga Pantai Italia Cosimo Nicastro kepada Reuters. "Setidaknya 20 jenazah terlihat di laut," ujarnya.
Kelompok penyelamat MOAS, yang juga menempatkan satu kapalnya di sekitar lokasi, mengatakan pihaknya telah menemukan lebih dari 30 jenazah. "Sebagian besar adalah anak-anak yang berusia di bawah lima tahun," kata pemimpin MOAS Chris Catrambone di akun Twitter.
Badan penjagaan pantai mengerahkan lebih banyak kapal untuk membantu penyelamatan. Badan tersebut mengatakan bahwa sebanyak 1.700 orang berdesak-desakkan di sekitar 15 perahu di wilayah itu.
Pemindahan orang dari perahu yang kelebihan muatan dapat menimbulkan resiko karena para migran yang putus asa terkadang menyerbu ke sisi terdekat dengan kapal penyelamat. Keadaan itu membuat perahu mereka kehilangan keseimbangan, yang kemudian miring tajam atau terbalik.
Sepanjang tahun ini, sudah lebih dari 1.300 orang kehilangan nyawa dalam penyeberangan berbahaya oleh para migran yang mengungsi dari kemiskinan dan perang di Afrika dan Timur Tengah. Tahun lalu, lebih dari 150 orang hilang di lautan, kata Organisasi Internasional untuk Migrasi pada penghujung Mei. Data tersebut didasarkan atas kesaksian yang dikumpulkan oleh para migran yang mendarat di Italia.