REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB pada Jumat (2/6) memperluas sanksi terhadap Korea Utara setelah negara tersebut melakukan uji coba rudal berulang. Sanksi ini mengadopsi resolusi pertama yang disepakati Amerika Serikat dan satu-satunya sekutu utama Korut, Cina sejak Presiden Donald Trump menjabat.
Pemerintahan Trump menekan Cina secara agresif untuk mengendalikan Korut. Ini dilakukan dengan memperingatkan jika Korut bertahan dengan program pengembangan nuklir dan rudalnya.
Amerika Serikat terus berjuang memperlambat program-program pengembangan rudal Korut. Apalagi Korut bersumpah mengembangkan rudal nuklir yang mampu mencapai daratan AS.
"AS akan terus mencari resolusi damai dan diplomatik untuk situasi ini," ujar Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley usai pemungutan suara, Jumat (2/6).
Namun, kata Haley, terlepas dari konsekuensi diplomatik dan finansial, AS tetap siap untuk melawan agresi Korut melalui cara lain jika diperlukan.
Sanksi minimum yang dapat diberikan Dewan Keaman PBB kepada Korut antara lain larangan perjalanan global dan pembekuan aset. Ini dibuat setelah lima pekan perundingan antara Washington dan Beijing.
"Dewan Keamanan mengirim pesan yang jelas ke Korut hari ini, berhenti menembakkan rudal balistiknya atau menghadapi konsekuensinya," kata Haley.
Resolusi yang mengadopsi suara bulat 15 anggota Dewan Keamanan PBB tersebut, memberikan sanksi empat entitas, termasuk Bank Koryo dan Pasukan Roket Strategis Angkatan Darat Korut, dan 14 orang termasuk kepala operasi mata-mata Pyongyang di luar negeri.
Bank Koryo menangani transaksi luar negeri untuk Kantor 38, sebuah badan bayangan yang mengelola dana swasta pimpinan Korut. Ini menurut sebuah database pemerintah Korea Selatan.