REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam besar Masjidil Aqsha, Shekh Mustafa Muhammad Abdel Rahman AtTawil mengungkapkan, Israel telah membangun terowongan bawah tanah secara masif di bawah kompleks. Sehingga masjid kiblat pertama Muslim ini bisa roboh kapan saja.
Ia pun menceritakan bagaimana sulitnya umat Muslim beribadah di Al-Aqsha. Semakin hari, mobilitas Muslim semakin dibatasi aturan Israel. Hanya mereka yang berusia di atas 50 tahun yang bebas masuk kompleks. Sisanya, harus dengan izin. Masjid Al-Aqsha pun hanya dibuka untuk shalat. Tidak boleh ada aktivitas lain untuk memakmurkannya.
Israel melarang muhasabah, pengajian, taklim, dan segala kegiatan berkumpul di sana. "Masjid hanya dibuka 30 menit sebelum Subuh dan setelah Isya sudah ditutup lagi," kata Shekh Mustafa saat bersilaturahim ke kantor harian Republika Jakarta, Senin (5/6).
Selama Ramadhan pun sama. Kecuali saat 10 hari terakhir yang akan dibuka 24 jam untuk keperluan iktikaf. Menurut Shekh Mustafa, kompleks Al-Aqsha memiliki luas mencapai 144 ribu meter persegi.
Orang-orang yang tinggal di dalam kompleks adalah mereka yang sudah melewati screening Israel agar boleh tinggal di sana. Jumlahnya tidak banyak. Profesi mereka juga beragam, mulai dari karyawan hingga pengusaha. "Mereka tidak dibatasi untuk beribadah di sana. Namun, orang yang dari luar kompleks lah yang dibatasi," kata dia. Meski demikian, peraturan pembatasan tidak berlaku untuk wisatawan.
Baca Juga: Dilarang Masuki Al Aqsa, Warga Palestina Shalat di Halaman
Shekh Mustafa menyampaikan setiap harinya ada saja wisatawan yang datang, baik Muslim maupun non-Muslim. Sebagian besar wisatawan Muslim berasal dari Turki. Selain itu, ada pula dari Pakistan, India, dan Indonesia.
Yang pasti, mereka yang masuk Al-Aqsha harus mendapat izin tertulis dari Israel. Segala macam prosedur manajeman Al-Aqsha pun harus melalui Israel, termasuk pemeliharaan.
Sebelum 2000, ada dana yang dikumpulkan dan dikelola Palestina juga Kementerian Wakaf Yordania khusus untuk pemeliharaan Al-Aqsha. Namun kini, dana untuk pemeliharaan masjid-masjid sudah tidak ada lagi.
"Mereka ingin meminimalisasi warga Muslim yang berkunjung ke Al-Aqsha," kata Sheikh Mustafa.
Selain yang terjadi di dalam kompleks, segala kesulitan juga lain juga dialami warga Muslim Israel secara keseluruhan. Mulai dari penangkapan, pembunuhan, penggerebekan adalah berita sehari-sehari.
Shekh Mustafa berharap agar kenyataan yang terjadi di Palestina ini juga jadi berita sehari-hari bagi umat Muslim lainnya. Bahwa ketidakadilan yang terjadi di bumi Muslim, tanah suci yang mulia itu sedang benar-benar terjadi. "Kenyataan ini bukan hanya urusan Palestina, tapi tanggung jawab umat Muslim secara keseluruhan," kata dia.