REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India telah menohok Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump setelah dia menuduh India menerima miliaran dolar sebagai imbalan menandatangani kesepakatan iklim Paris. India menegaskan keputusan menandatangani kesepakatan tersebut berangkat dari kesadaran tanggung jawab.
"Pertama-tama, sama sekali tidak ada realitas (dalam tuduhan Trump)," ujar Menteri Luar Negeri India Sushma Swaraj kepada awak media, seperti dilaporkan laman CNN, Selasa (6/6).
Ia menepis segala tuduhan yang dilayangkan Trump kepada India terkait kesediaan mereka menandatangani kesepakatan iklim Paris. "India menandatangani kesepakatan Paris bukan karena tekanan dari negara manapun atau keserakahan. Kami menandatangani kesepakatan tersebut karena komitmen kami untuk melindungi lingkungan," ucap Swaraj menyinggung Trump yang menarik AS karena merasa kesepakatan iklim Paris merugikan bisnis dan perekonomian di negaranya.
Swaraj menegaskan menjaga lingkungan telah menjadi komitmen historis negaranya, dengan alasan afinitas dan relijius yang dalam terhadap alam. "Penyembahan sungai, pemujaan di gunung, pemujaan pohon. Ini adalah warisan budaya India. Apakah AS tetap tinggal atau tidak, India akan tetap bertahan dalam kesepakatan iklim Paris," tuturnya.
India merupakan negara ketiga penghasil karbondioksida terbesar di dunia setelah Cina dan AS. Sebagian besar energi India masih berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara, yang notabene menghasilkan pencemaran udara cukup signifikan. Namun India menargetkan pencapaian energi terbarukan sebesar 40 persen pada 2030.
Pada pekan lalu, dalam sebuah pidato yang menjabarkan keputusannya menarik AS dari kesepakatan iklim Paris, Trump menyebut India menerima dana miliaran dolar. "India membuat partisipasi kontingen untuk menerima miliaran, miliaran, dan miliaran dolar dari bantuan luar negeri dan negara maju," ujar Trump.
Trump merasa kesepakatan iklim Paris tidak berlaku adil. Trump mengacu perihal ketergantungan India pada bahan bakar fosil.