Rabu 07 Jun 2017 17:11 WIB

Israel Perkuat Cengkeraman di Yerusalem Timur

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Para pemimpin Palestina mengecam proyek konstruksi baru yang dibangun Israel di Yerusalem Timur. Proyek itu dinilai akan memperkuat cengkeraman Israel terhadap kota tersebut dan tempat-tempat suci yang ada di dalamnya, termasuk Masjid Al-Aqsa.

Rencana yang paling rumit adalah pengadaan kereta kabel yang akan membawa ribuan pengunjung ke Tembok Barat dan tempat berdoa umat Yahudi di bawah al-Haram al-Sharif, tempat berdirinya Al-Aqsa dan Kubah Batu yang dihias emas.

Proyek senilai 56 juta dolar AS tersebut diresmikan pada pertemuan kabinet Israel di terowongan di bawah al-Haram al-Sharif. Ini adalah pertama kalinya kabinet Israel bertemu di Kota Tua Yerusalem, yang dikuasai Israel di bawah pelanggaran undang-undang internasional.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan pertemuan di lokasi provokatif itu pada akhir bulan lalu. Pertemuan tersebut dilakukan untuk merayakan ulang tahun ke-50 pendudukan ilegal Israel di Yerusalem Timur.

Sementara itu, warga Palestina justru menyatakan keprihatinan mereka terhadap niat Netanyahu memperkuat cengkeraman Israel di Yerusalem. Netanyahu dianggap telah menyembunyikan kebijakan untuk mengusir orang-orang Palestina dan merebut kendali atas kompleks Al-Aqsa. Israel telah mengklaim dua kuil Yahudi kuno yang dibangun di bawah masjid.

Akhir pekan lalu, Jibril Rajoub, seorang pejabat senior Otoritas Palestina, mengatakan kepada televisi Israel pemerintahan Netanyahu harus berhenti memperlakukan situs suci tersebut seolah-olah berada di bawah kedaulatan Israel. "Jika Anda ingin membuat ledakan katakan saja 'ini milik kami, ini milik kami'," kata Rajoub. Namun, Rajoub juga menyarankan agar Otoritas Palestina menyetujui kedaulatan Israel atas Tembok Barat.

Otoritas Palestina pekan lalu telah mengajukan agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan untuk melindungi Yerusalem dari upaya Israel untuk menjadikannya sebagai kota Yahudi. Para pejabat Palestina yakin, Israel telah berusaha menggagalkan usaha perdamaian di masa depan, dengan mencegah Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara Palestina.

Presiden AS Donald Trump yang mengunjungi Yerusalem Timur akhir bulan lalu, telah berjanji akan segera mengumumkan "kesepakatan akhir" untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Kamis (1/6) lalu dia juga telah menandatangani penundaan pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem dengan alasan akan merugikan prospek kesepakatan damai.

Selain mengadakan kereta kabel, pemerintahan Netanyahu juga mengumumkan pembangunan lift dan lorong bawah tanah senilai 14 juta dolar AS. Fasilitas itu menurutnya dibangun untuk memudahkan akses orang cacat dan orang tua ke Tembok Barat.

Dalam jangka panjang, Israel berharap bisa membangun sebuah stasiun bawah tanah, yang menghubungkan situs suci tersebut dengan kereta ekspres dari Tel Aviv. Netanyahu mengatakan kepada menteri-menterinya bahwa berbagai proyek akan memperkuat hubungan warga Yahudi dengan Yerusalem Timur.

Warga Palestina telah lama mengeluhkan adanya ekstremis Yahudi yang diizinkan untuk berdoa di situs suci tersebut. Hal itu bertentangan dengan kesepakatan, yang kemudian menimbulkan kekhawatiran tentang banyaknya pihak yang ingin menghancurkan Al-Aqsa dan membangun sebuah kuil Yahudi di tempat itu.

Bulan lalu, UNESCO memberikan resolusi yang menegaskan kembali Yerusalem Timur telah diduduki oleh Israel dan praktik ilegal itu akan mengancam situs sejarah dan budaya di sana. "Selangkah demi selangkah, Israel menemukan cara untuk mengambil alih Al-Aqsa," kata Khalil Tufakji, seorang ahli geografi Palestina di Yerusalem, yang juga menjabat sebagai Direktur Departemen Pemetaan Studi Arab Society, yang memantau aktivitas pemukim.

"Israel mengirim sebuah pesan kepada orang-orang Palestina dan Yordania (yang pejabatnya secara resmi mengawasi situs tersebut), bahwa 'Al-Aqsa bukan milik Anda lagi. Kita dapat masuk dan kita dapat melakukan apa yang kita inginkan di sana'," ungkap Tufakji kepada Aljazirah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement