Kamis 08 Jun 2017 10:21 WIB

FARC Mulai Serahkan Senjata

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin pemberontak FARC, Jairo (tengah), berjalan di San Isidro, Kolombia.
Foto: AP/Fernando Vergara
Pemimpin pemberontak FARC, Jairo (tengah), berjalan di San Isidro, Kolombia.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Kelompok oposisi Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) mulai melakukan penyerahan senjata, Rabu (7/6). Setidaknya 30 persen amunisi yang mereka miliki saat ini telah diberikan kepada pengawas dari PBB.

Rencananya, penyerahan 30 persen senjata milik kelompok oposisi terbesar Kolombia itu dilakukan kembali pada pekan depan. Kemudian, sisanya diberikan tiga pekan dari sekarang. 

Dikutip dari BBC, setidaknya 7.000 anggota FARC terlihat menyerahkan senjata mereka berupa senapan dan pistol. Menurut keterangan, senjata itu akan disimpan di 26 lokasi yang tersebar di wilayah Kolombia.

Kesepakatan damai antara Pemerintah Kolombia dan FARC secara resmi pertama kali ditandatangani pada 27 September 2016 lalu. Perjanjian ini mengakhiri perang saudara yang terjadi di negara itu selama 52 tahun. Sepanjang waktu itu, ratusan ribu orang tewas dan lebih dari 7 juta warga Kolombia yang harus menjadi pengungsi.

Kesepakatan perdamaian yang pertama kali dibuat antara kedua belah pihak sempat ditolak dalam referendum yang digelar warga Kolombia pada 3 Oktober 2016. Dari hasil jajak pendapat, sebanyak 50,23 persen pemilih menolak dan 49,76 persen menerima.

Salah satu pihak yang menolak kesepakatan damai itu adalah mantan presiden Kolombia Alavaro Uribe. Ia mengatakan isi perjanjian tersebut dinilai tidak adil dan lebih menguntungkan FARC. Menurutnya, kesepakatan damai tidak mewakili keinginan banyak orang di negara tersebut.

Karena itu, dokumen kesepakatan damai direvisi oleh Pemerintah Kolombia dan FARC. Ketentuan perjanjian baru diterbitkan dan ditandatangani pada 24 November 2016. Kali ini, warga tidak memiliki kesempatan untuk langsung menolaknya.

Tetapi, kesepakatan harus diratifikasi oleh Kongres Kolombia. Banyak pihak yang menentang perjanjian damai antara FARC dan Pemerintah, seperti Uribe tetap menyatakan tidak setuju. Ia juga menilai revisi tak banyak mengubah isi perjanjian awal.

Perubahan yang ada dalam isi perjanjian itu hanya mencakup klarifikasi hak miliki pribadi. Termasuk juga rincian prosedur penahahan anggota FARC yang akan dihukum atas kejahatan perang. Nantinya, kelompok ini juga menjadi sebuah partai politik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement