REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ratusan pendukung sayap kanan turun ke jalan di sejumlah kota di Amerika Serikat (AS) untuk melakukan unjuk rasa anti-Muslim yang bertajuk National March Against Sharia. Unjuk rasa tersebut diinisiasi oleh ACT for America di 28 kota di sekitar 20 negara bagian, pada Sabtu (10/6).
Aksi itu menimbulkan banyak kritik dari sejumlah pihak. Kelompok HAM Southern Poverty Law Center (SPLC) menggambarkan ACT for America sebagai organisasi "ekstremis" dan akar rumput dari kelompok anti-Muslim terbesar di AS.
Corey Saylor dari Council on American-Islamic Relations (CAIR) juga menggambarkan unjuk rasa tersebut sebagai bagian dari aksi "Islamofobia." "Unjuk rasa merupakan bagian dari sebuah fenomena yang mengarah ke seolah-olah kekerasan terhadap umat Islam telah diperbolehkan," ungkap Saylor kepada Aljazirah.
Alia Salem, seorang aktivis peradilan Muslim-Amerika yang bermarkas di Dallas, mengatakan bahwa xenofobia anti-Muslim telah ada jauh sebelum Donald Trump menjadi Presiden AS. "Islamofobia tidak diciptakan oleh Donald Trump," kata Salem.
"Namun, gagasan tentang supremasi kulit putih di dalam segmen populasi kita telah diberdayakan melalui kepresidenannya," tambah dia.
ACT for America tidak membalas permintaan komentar yang dilayangkan Aljazirah. Melalui sebuah pernyataan di situs resminya, kelompok tersebut mengklaim bahwa syariah atau hukum Islam, telah bertentangan dengan hak asasi manusia dan Konstitusi AS.
Bentrokan dilaporkan pecah dalam unjuk rasa tersebut, antara kelompok anti-fasis, yang dikenal dengan sebutan Antifa, dan peserta unjuk rasa di beberapa kota, termasuk di Seattle, Washington. Rekaman video yang dibagian secara daring menunjukkan, polisi menembaki semprotan lada ke kerumunan pengunjuk rasa yang terlibat bentrok.
ACT for America yang didirikan pada 2007 dan telah memiliki lebih dari 500 ribu anggota, ini adalah satu dari sekian banyak kelompok yang mendukung Presiden AS Donald Trump. Anggotanya telah banyak melakukan kampanye yang menargetkan umat Islam dan pengungsi dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan tahun lalu, CAIR menemukan kelompok tersebut sebagai sebuah "industri Islamofobia". Antara 2008 dan 2013, laporan tersebut menemukan, ACT for America adalah satu dari 33 kelompok anti-Muslim yang memiliki akses ke pendapatan lebih dari 204 juta dolar AS.
Pendiri ACT for America, Brigitte Gabriel, adalah seorang warga Amerika-Lebanon yang menuduh gerakan politik Ikhwanul Muslimin berkomplot untuk menaklukkan AS. Dia juga menyebut orang Arab sebagai orang barbar dan mengklaim bahwa mereka tidak memiliki perasaan.