REPUBLIKA.CO.ID, NANGARHAR -- Pasukan AS melancarkan serangan dengan melepaskan tembakan membabi buta hingga menewaskan seorang ayah dan dua anak laki-lakinya. Penembakan itu dilakukan setelah konvoi kendaraan pasukan AS terkena ledakan bom saat sedang melintas di jalan raya.
Juru bicara Gubernur Provinsi Nangarhar, Attaullah Khogyani, mengatakan Insiden tersebut terjadi pada Senin (12/6) pagi di Ghani Khel, sebuah distrik di selatan Provinsi Nangarhar. "Saat bom menghantam kendaraan mereka, tentara AS mulai menembak," kata Khogyani kepada Aljazirah.
Seorang ayah yang menjadi korban itu diketahui bernama Ziyar Gul. Dia adalah seorang buruh batu bata yang sedang bekerja dengan dibantu oleh tiga anaknya, Faridullah (8 tahun), Sharafat (10), dan satu orang yang tidak diungkap identitasnya.
"Begitu ledakan terjadi, tentara AS mulai menembaki tanpa pandang bulu. Putra ketiganya yang juga ada di situ, berhasil lolos dari penembakan tersebut. Dia berlari dan meminta bantuan, tapi saat dia kembali, ayah dan dua saudara laki-lakinya sudah meninggal," ujar Azizullah Aziz, seorang saksi.
Empat anggota keluarga Gul lainnya, termasuk seorang anak laki-laki berusia enam tahun, telah terlebih dahulu tewas dalam serangan AS tahun lalu. "Bisakah mereka melihat bahwa orang-orang yang mereka (tentara AS) bunuh adalah anak-anak dan orang yang tidak bersenjata? Bagaimana mereka bisa menembak langsung anak-anak dan membunuh mereka? Mayat mereka hancur berantakan," ungkap Neyaz Gul, saudara laki-laki Ziyar Gul.
"Tidak ada yang bertanggung jawab atas pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah seperti ini di Afghanistan," ungkap dia.
Juru bicara misi NATO di Afghanistan, Douglas High, mengkonfirmasi bahwa sebuah bom pinggir jalan telah menyerang konvoi yang mengangkut tentara AS dan Afghanistan.
Menurutnya, tentara AS tersebut hanya melepaskan tembakan dengan menggunakan senjata api kecil untuk membela diri. "Kami belum menerima laporan resmi atas adanya korban sipil," kata High dalam sebuah pernyataan.
Menurut penghitungan PBB, 2016 adalah tahun terburuk bagi warga sipil Afghanistan sejak Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) mulai menjalankan tugasnya pada 2009. PBB menemukan, jumlah korban sipil yang terkait dengan konflik di Afghanistan meningkat menjadi 11.418 pada 2016, termasuk 3.498 orang tewas dan 7.920 orang terluka.
Pasukan AS dan Afghanistan telah memerangi kelompok bersenjata di Provinsi Nangarhar selama berbulan-bulan setelah ISIS mendirikan sebuah benteng di wilayah yang berbatasan dengan Pakistan tersebut. Pejabat militer AS memperkirakan, ada sekitar 600 sampai 800 pejuang ISIS di Afghanistan, yang mayoritas ada di Provinsi Nangarhar dan Provinsi Kunar.
Baca juga, Presiden Afghanistan akan Berdialog dengan Ulama Indonesia.