Jumat 16 Jun 2017 00:10 WIB

Satu dari Lima Anak di Negara Maju Hidup Miskin

Rep: Fira Nursyabani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga miskin Amerika Serikat.
Foto: Salon
Warga miskin Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Satu dari lima anak di negara-negara maju dan kaya raya ternyata hidup dalam kemiskinan. Menurut sebuah laporan terbaru Unicef yang diterbitkan pada Kamis (15/6), AS dan Selandia Baru adalah negara terburuk di dunia bagi kesejahteraan anak-anak dan remaja.

Hampir 13 persen anak-anak di negara-negara itu kekurangan akses terhadap makanan yang cukup, aman, dan bergizi. Jumlah tersebut meningkat menjadi 20 persen di AS dan Inggris.

"Pendapatan yang lebih tinggi tidak secara otomatis memberikan hasil yang lebih baik bagi semua anak, dan mungkin justru semakin memperlebar ketidaksetaraan," kata Direktur Unicef Innocenti Research Centre Sarah Cook yang menerbitkan laporan tersebut.

"Pemerintah di semua negara perlu mengambil tindakan untuk memastikan kesenjangan dapat dikurangi," tambah dia, dikutip India Times.

Laporan itu memperhitungkan faktor-faktor seperti pendidikan, kesehatan mental, penyalahgunaan alkohol, peluang ekonomi, dan lingkungan untuk memberi peringkat kepada 41 negara berpenghasilan tinggi terkait dengan kesejahteraan anak-anak dan remaja secara keseluruhan.

Jerman dan negara-negara Nordik berada di puncak daftar. Sementara Romania, Bulgaria dan Cili masuk di bagian bawah, sedangkan Selandia Baru dan AS masing-masing berada di posisi 34 dan 37.

AS memiliki skor yang relatif rendah dalam hal kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan, dan kesenjangan. Selandia Baru juga sangat buruk dalam hal kesehatan mental remaja, dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia untuk remaja berusia 15 sampai 19 tahun, hampir tiga kali rata-rata dari negara-negara yang disurvei.

Bahkan di Jepang dan Finlandia, yang masuk ke daftar negara-negara dengan kinerja terbaik, sekitar seperlima dari anak-anaknya yang berusia 15 tahun tidak mencapai standar pendidikan dasar. Laporan Unicef ini juga meminta agar negara-negara maju itu bisa lebih fokus pada kelompok anak-anak yang kurang beruntung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement