Jumat 16 Jun 2017 05:42 WIB

Pengungsi Suriah Jalan Kaki dari Turki untuk Idul Fitri

Antrean warga Suriah yang tinggal di Turki menunggu dibukanya pintu perbatasan dengan Suriah di dekat Kota Kilis, Turki, Selasa (13/6). Secara berkala pemerintah Turki membuka perbatasan memberi kesempatan pengungsi Suriah mengunjungi kampung halamannya untuk menjalankan ibadah puasa dan hari raya Idul Fitri.
Foto: Mehmet Guzel/EPA
Antrean warga Suriah yang tinggal di Turki menunggu dibukanya pintu perbatasan dengan Suriah di dekat Kota Kilis, Turki, Selasa (13/6). Secara berkala pemerintah Turki membuka perbatasan memberi kesempatan pengungsi Suriah mengunjungi kampung halamannya untuk menjalankan ibadah puasa dan hari raya Idul Fitri.

REPUBLIKA.CO.ID, CILVEGOZU -- Ribuan pengungsi Suriah pada Kamis (15/6) berjalan kaki dari Turki menuju kampung halamannya menjelang Idul Fitri, yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan. Mereka membawa koper, tas belanjaan, dan anak-anak untuk berlebaran di Suriah. 

Dilansir dari Reuters, Jumat (16/6), Turki telah menampung sekitar tiga juta pengungsi Suriah sejak perang saudara dimulai pada 2011. Angka itu menempatkan Turki menjadi negara dengan populasi pengungsi terbesar di dunia. 

Otoritas setempat tidak mengetahui berapa banyak pengungsi Suriah yang sudah pulang ke kampung halamannya. Namun, seorang saksi mata Reuters mengatakan setidaknya tiga ribu orang berjalan kaki menyeberang ke Suriah melalui perbatasan di Cilvegozu selama beberapa jam pada Kamis. 

Satu dari ribuan pengungsi Turki yang menyeberang, yaitu Sevsen Um Mustafa. Dia berjalan kaki menuju persimpangan perbatasan di Cilvegozu dengan dua anak perempuan di belakangnya.

Pemerintah setempat memberi kesempatan kepada pengungsi Suriah untuk bisa kembali ke Turki setelah merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman. Jika para pengungsi ingin kembali ke Turki maka mereka punya batas waktu satu bulan. 

Pihak berwenang menyatakan tawaran untuk kembali berlaku untuk warga Suriah dengan dokumen perjalanan sah yang melintasi gerbang perbatasan di Cilvegozu dan Oncupinar. 

Libur Idul Fitri dimulai pada 25 Juni 2017. Jika ingin kembali ke Turki maka pengungsi Suriah punya waktu sampai 14 Juli. 

Pejabat setempat di kantor gubernur Hatay mengatakan siapa pun yang kembali setelah itu akan diperlakukan sebagai pendatang baru dan harus tunduk pada proses imigrasi reguler. 

Beberapa orang mengatakan ingin memulai kembali hidup di tanah air mereka namun akan kembali dalam satu bulan ini kalau upaya itu tidak berhasil. Sementara yang lain mengatakan mereka ingin kembali ke Suriah untuk selamanya, dengan alasan sulitnya mendapatkan pekerjaan di Turki.

"Suatu hari, Anda bisa mencari pekerjaan, pada hari yang lain tidak bisa," kata Sevsen Um Mustafa. 

Sevsen menyebutkan ada juga yang tidak membayar upah setelah memberikan pekerjaan. Ada pula yang membayar namun dengan jumlah uang yang sangat sedikit. 

Mantan penduduk Aleppo tersebut pun mengatakan dia lebih suka mati di tanah kelahirannya karena perang daripada di Turki karena kelaparan. "Bahkan, mencium tanah Aleppo lebih baik dari tinggal di sini," kata dia. 

Pemerintah Turki memberikan izin kerja untuk orang-orang Suriah pada 2016, namun banyak yang mengatakan kesempatan mencari nafkah sangat langka.

Pemuda berusia 22 tahun, Muhammad Ali, beban bekerja di Turki sangat berat. Ali tidak memiliki hak cuti dan asuransi.

Upah yang diterima Ali sangat kecil. Bahkan kendati dia bekerja selama sebulan penuh, dia hanya punya uang sisa 57-85 dolar AS untuk kebutuhan sebulan. "Itu setelah membayar uang sewa," ujar Ali.

Mayoritas pengungsi Suriah di Turki tinggal di luar kamp yang dibangun pemerintah. Mereka pun harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan seperti biaya makanan, sewa, dan pakaian. Kebutuhan itu biasanya melebihi pendapatan mereka.

Ali memutuskan pulang ke kampung asalnya Afrin, di Suriah barat laut, setelah empat tahun bekerja sebagai buruh tekstil di Istanbul. "Saya menderita (di Turki)," kata Ali. 

Pemerintah Turki memperkirakan telah menghabiskan sekitar 25 miliar dolar AS untuk menampung para pengungsi. Negara ini juga memperketat keamanan perbatasan setelah kesepakatan dengan Uni Eropa pada 2016 melarang migrasi ilegal. 

Turki menghadapi kritik dari negara-negara di Barat karena terlalu lambat menghentikan arus jihadis dari Suriah. Kritikan ini mendorong Turki memperkuat perbatasan 900 km (560 mil) dengan pagar, ladang ranjau, selokan dan dinding. Pada Agustus 2016, Turki meluncurkan sebuah aksi militer di Suriah dan mengusir militan ISIS dari perbatasannya. Pihak berwenang mengatakan ribuan orang Suriah telah kembali ke kota-kota Suriah, yang dibebaskan dari cengkraman ISIS. 

Namun, kota-kota terbesar di Turki dan provinsi-provinsi perbatasan masih menampung ratusan ribu pengungsi. Gambar dari televisi yang dikelola pemerintah, TRT, juga menunjukkan ratusan pengungsi menunggu di dekat perbatasan Oncupinar, Provinsi Kilis, bagian tenggara Turki. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement