REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Pemerintah Kuba pada Jumat (16/6) mencela langkah-langkah baru Presiden AS Donald Trump untuk memperketat pembatasan terhadap pulau itu sebagai kemunduran dalam hubungan AS-Kuba, namun mereka mengatakan tetap bersedia untuk melanjutkan dialog penuh hormat.
Dalam sebuah pernyataan dibacakan di berita malam, seperti dilansir Reuters pemerintah komunis itu mengatakan bahwa Trump beralih ke metode pemaksaan masa lalu yang melukai rakyat Kuba dan menghambat pembangunan ekonomi namun tidak akan melemahkan revolusi.
Trump telah memerintahkan pembatasan ketat kepada warga Amerika Serikat yang bepergian ke Kuba dan melarang kegiatan bisnis AS dengan militer Kuba. Dia mengatakan bahwa tindakannya itu sebagian besar berdasarkan hak asasi manusia, meminta Kuba untuk membebaskan tahanan politik dan menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil.
Kuba menuduh Trump memanipulasi topik tersebut untuk tujuan politik dan menambahkan bahwa Amerika Serikat tidak berada dalam posisi untuk memberi pelajaran tentang hak asasi manusia mengingat urusan dalam negerinya sendiri bermasalah.
"Kami memiliki kekhawatiran serius tentang rasa hormat dan jaminan hak asasi manusia di negara tersebut," kata Havana, mengutip laporan dari perlakuan kejam polisi, kejahatan senjata, diskriminasi rasial, kurangnya perhatian kesehatan publik, ketidaksetaraan upah berbasis gender dan penyiksaan di pangkalan Angkatan Laut Guatnanamo.
Sebagai catatan positif, pemerintah Kuba mengatakan kedua negara telah terbukti selama dua tahun belakangan, dapat bekerja sama dan hidup berdampingan dan menghormati perbedaan masing-masing. "Seharusnya tidak diharapkan untuk tujuan itu, Kuba akan melakukan kompromi terhadap kedaulatannya," katanya.
"Warga Kuba akan terus menentukan sendiri perubahan yang diperlukan untuk Kuba," tambahnya.