REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Pemimpin oposisi Malaysia yang dipenjara, Anwar Ibrahim, mengatakan tidak akan mencalonkan diri sebagai perdana menteri dalam pemilihan umum yang dijadwalkan pada pertengahan 2018 mendatang.
Pernah menjadi seorang bintang di partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), Anwar dipandang sebagai ancaman terbesar bagi Perdana Menteri Najib Razak dan koalisinya, setelah memimpin sebuah aliansi oposisi tiga partai untuk mendapatkan keuntungan pemilu yang menakjubkan pada 2013.
Anwar dihukum dan dipenjara karena didakwa menyodomi mantan ajudannya, sebuah tuduhan yang dia dan para pendukungnya gambarkan sebagai sebuah upaya politik untuk mengakhiri kariernya.
Ia mendukung sebuah kumpulan politik yang dipelopori oleh mantan Perdana menteri Mahathir Mohamad, sebagai pemberontak partai berkuasa dan oposisi bergandengan tangan untuk melawan Najib, yang terlibat dalam skandal korupsi.
"Untuk pemilihan umum, saya memilih untuk tidak menawarkan diri sebagai calon perdana menteri," kata Anwar dalam sebuah pernyataan, Sabtu.
"Dengan harapan bisa mengumpulkan semua kekuatan dalam tim yang harus melawan UMNO-BN, wajar untuk memastikan partisipasi semua pemimpin efektif. Ini termasuk manfaat dari posisi dan peran dari Mahathir," katanya, mengacu pada koalisi yang berkuasa.
Mahathir (91), perdana menteri terlama Malaysia, mengatakan pada awal Juni bahwa dia akan mempertimbangkan untuk mengambil alih posisi perdana menteri lagi, tapi hanya jika tidak ada yang dapat diterima sebagai calon setelah kemenangan oposisi dalam pemilihan.
Najib terlibat dalam skandal korupsi yang melibatkan dana negara 1Malaysia Pembangunan Berhad. Dia telah menolak dakwaan apapun, bahkan saat dana itu menjadi pokok penyelidikan pencucian uang di Amerika Serikat dan setidaknya lima negara lainnya.