REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in telah berjanji untuk menghapus ketergantungan negaranya terhadap sumber energi nuklir. Korsel, kata Moon, juga akan menyongsong era bebas nuklir.
Hal tersebut ia ungkapkan ketika menghadiri penutupan pabrik nuklir tertua di Korsel, Kori-1. Pada kesempatan itu, Moon mengatakan selama ini kebijakan energi Korsel selalu mengejar harga murah dan efisiensi. Harga produksi yang murah telah dianggap menjadi sebuah prioritas, sementara kehidupan dan keselamatan masyarakat mengambil tempat di belakang.
Namun, Moon menilai, telah tiba waktunya untuk perubahan. Telah datang saatnya untuk Korsel berupaya mencari sumber energi baru. "Kami akan menghapuskan kebijakan energi yang berpusat pada nuklir dan bergerak menuju era bebas nuklir," ungkap Moon seperti dilaporkan laman The Guardian.
Ia menyadari, peran tenaga nuklir cukup signifikan bagi perkembangan ekonomi Korsel yang pesat. Namun ia menyoroti perihal bencana nuklir Fukushima di Jepang yang menyebabkan puluhan ribu orang dievakuasi.
"Kecelakaan nuklir Fukushima telah membuktikan bahwa reaktor nuklir tidak aman dan tidak ramah lingkungan. Korsel tidak aman dari risiko gempa bumi dan sebuah kecelakaan nuklir yang disebabkan gempa dapat memiliki dampak yang sangat buruk," tutur Moon seperti dikutip Yonhap.
Insiden tersebut meyakinkannya bahwa Korsel harus mencari sumber energi baru. Ditambah pula dengan pernyataan pegiat anti-nuklir yang memperingatkan konsekuensi bencana yang berpotensi terjadi di pabrik nuklir Korsel, di mana banyak reaktor cukup dekat dengan daerah berpenduduk padat.
"Status ekonomi negara telah berubah, kesadaran kita akan pentingnya lingkungan telah berubah. Gagasan bahwa keselamatan dan kehidupan orang lebih penting daripada yang lainnya telah menjadi konsensus sosial yang kuat," ujar Moon.
Moon menegaskan, pemerintahannya tidak akan memperpanjang masa operasi reaktor yang berusia cukup tua. Banyak di antaranya yang akan berakhir masa operasinya pada 2020 dan 2030. Ia juga berencana menutup setidaknya 10 pembangkit listri tenaga batu bara sebelum masa jabatannya berakhir pada 2022. Serta berupaya meningkatkan pangsa energi terbarukan menjadi 20 persen pada 2030 mendatang.
Menyisihkan Korsel dari tenaga nuklir, bagaimanapun, diprediksi akan memakan waktu puluhan tahun. Sebab Korsel merupakan produsen energi nuklir terbesar kelima pada 2016. Menurut Asosiasi Nuklir Dunia, 25 reaktor nuklir Korsel dapat memasok sekitar sepertiga dari kebutuhan listriknya.