REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pengadilan Militer Amerika Serikat (AS) menjatuhkan dakwaan terhadap Hambali atas kejahatan yang ia lakukan pada 24 Juni lalu. Pria yang menjadi dikenal sebagai pelaku pengeboman di Bali, Indonesia pada 2002 dan Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003 ini, terbukti bersalahdalam kasus-kasus tersebut.
Pria yang memiliki nama alias Encep Nurjaman dan Riduan Isamuddin itu didakwa melakukan pembunuhan dan percobaan pembunuhan yang melanggar hukum perang. Hambali dianggap terbukti dengan sengaja membuat tindakan terorisme, menyerang warga sipil, dan kejahatan terkait lainnya.
Sejak 2006, Hambali telah ditahan di Penjara Guantanamo, AS. Pada akhir tahun lalu, dewan peninjau Pemerintah AS menolak pembebasan dirinya dan menyatakan bahwa pelaku ia adalah ancaman signifikan bagi keamanan negara adidaya itu.
Kementerian Pertahanan AS sebelumnya menggambarkan profil Hambali sebagai pemimpin kelompok ektremis yang berbasis di Asia Tenggara. Kelompok itu dikenal sebagai Jemaah Islamiyah. Selan itu, ia juga diduga memiliki keterkaitan dengan Al-Qaeda, organisasi teroris yang dikenal berpusat di Timur Tengah.
Dalam pengeboman di Bali yang tepatnya berlangsung di sebuah klub malam pada 12 Oktober 2002, sebanyak 202 orang tewas, termasuk diantaranya tujuh warga AS. Namun, mayoritas korban berasal dari Australia yaitu 88 orang.
Kasus serangan bom kedua yang terkait Hambali, yaitu di Hotel JW Marriot pada 5 Agustus 2003, sebanyak 12 orang tewas dan 150 lainnya terluka. Saat itu, bangunan hotel menjadi target diyakini karena pelaku menduga banyaknya warga AS yang berada di sana.
Pada 2009, Pemerintah Australia sempat menyatakan kekhawatiran bahwa Pemerintah AS tidak akan dapat menjatuhkan dakwaan terhadap Hambali. Bukti-bukti terkait dugaan kejahatan yang ia lakukan saat itu nampaknya tidak cukup untuk memberikan vonis terhadapnya.
Namun, dengan keputusan dari Pengadilan Militer AS saat ini, Pemerintah Australia menyambut baik. Meski tidak mendukung hukuman mati yang mungkin dijatuhkan terhadap Hambali, namun pihaknya berkomitmen terus memberi bantuan untuk mencegah kejahatan yang mungkin dilakukan oleh terdakwa.
"Australia akan memberikan bantuan apapun untuk mencegah Hambali kembali melakukan kejahatan dan menuntut hukuman demi keadilan kepada warga kami yang tewas dalam aksi terorisme yang ia lakukan," ujar Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, dilansir The Australian, Selasa (27/6).
Di bawah sistem Pengadilan Militer AS, kejahatan perang dapat dituntut dengan hukuman mati. Namun, hingga saat ini dakwaan terhadapnya belum diumumkan secara rinci.