REPUBLIKA.CO.ID,ABU DHABI -- Sejumlah negara Teluk Arab tengah mempertimbangkan sanksi baru bagi Qatar. Setelah pemutusan hubungan diplomatik dan blokade dilakukan, Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) hendak menekan Qatar lebih jauh, termasuk kemungkinan untuk mempengaruhi mitra dagang mereka.
Salah satu tindakan yang akan dimulai di antaranya dari UEA yang meminta Rusia memilih untuk melanjutkan kerja sama di bidang perdagangan dengan mereka atau Qatar. Sanksi ekonomi dianggap menjadi langkah tepat dan efektif untuk apa yang disebut oleh negara-negara Teluk cara menghentikan ancaman Qatar.
Pada 5 Juni lalu, Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Kemudian tiga negara lain, yaitu Yaman, Maladewa, dan Libya Timur mengikuti langkah serupa.
"Jika Qatar terus tidak mau menerima tuntutan kami, hal ini mengartikan bahwa kami harus mengucapkan selamat tinggal, karena negara itu tidak lagi dibutuhkan di kawasan ini," ujar Menteri Luar Negeri UEA Omar Ghobash, dilansir The Guardian, Rabu (28/6).
Qatar dituding telah mendukung kelompok teroris, termasuk Ikhwanul Muslimin. Negara itu disebut juga mendanai, merangkul terorisme, ektremisme, serta organisasi sektarian yang dianggap berbahaya untuk keamanan nasional masing-masing tersebut, serta seluruh wilayah di Timur Tengah.
Dengan keputusan pemutusan hubungan diplomatik, Arab Saudi saat ini telah menutup perbatasan antara negara itu dan Qatar. Jalur transportasi melalui darat, laut dan udara juga seluruhnya diblokade.
Qatar berulang kali membantah tudingan yang ditujukan terhadap mereka. Melalui Menteri Luar Negeri Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani bahkan negarat itu dikatakan tidak akan menyerah pada tekanan melalui blokade yang dilakukan.
Ia menekankan tak akan ada kebijakan luar negeri yang diubah untuk menyelesaikan konflik terbaru di Timur Tengah itu. Qatar juga tidak mau memulai terlebih dahulu upaya negosiasi, sebelum blokade atas mereka dicabut.
"Qatar tidak akan memulai negosiasi apapun sebelum mereka mencabut terlebih dahulu blokade dan hingga saat ini kami tidak melihat kemajuan apapun dalam upaya untuk menyelesaikan hal itu," kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.
Ia juga menekankan bahwa segala hal yang terkait dengan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), yang beranggotakan Qatar, Bahrain, Kuwait, Oman, Arab Saudi, dan UEA harus diselesaikan seluruhnya menjadi tema dari negosiasi. Selain itu, Al Thani menegaskan tidak akan menjadi sebuah pembicaraan yang mungkin dilakukan.
Pada pekan lalu, negara-negara Teluk Arab mengeluarkan 13 tuntutan untuk mengakhiri tindakan anti-Qatar. Batas waktu yang diberikan dalam memenuhi permintaan tersebut adalah 10 hari. Tuntutan tersebut di antaranya meliputi Qatar harus menutup jaringan media Aljazirah.Kemudian, negara itu juga diminta menutup pangkalan militer Turki yang ada di wilayahnya, dan membuat jarak dalam hubungan dengan Iran.
Selama ini, Qatar memiliki kedekatan dengan Turki dan Iran. Kedua negara itu juga telah memberikan dukungan penuh terhadap Qatar yang menghadapi blokade. Dalam langkah terbaru, Pemerintah Iran mendesak negara-negara Eropa untuk membantu menyelesaikan krisis antara Qatar dan negara-negara Teluk Arab.
Iran juga menjadi salah satu negara yang membantu mengirimkan impor produk makanan, seperti susu. Selama ini, Qatar menjadi salah satu negara yang bergantung pada makanan impor. Tercatat pada 2015 lalu, impor senilai hingga 1 triliun dolar AS dilakukan oleh Qatar dari Arab Saudi dan UEA.
Demikian halnya dengan Turki yang turut membantu untuk distribusi makanan ke Qatar.Parlemen Turki juga telah mengeluarkan undang-undang baru yang mengizinkan bantuan militer dikirimkan ke Qatar. Bersama dengan Iran, kedua negara juga membantu rute penerbangan yang diblokade kembali dibuka.
Blokade terhadap Qatar menjadi salah satu krisis terburuk yang melanda Timur Tengah dalam tahun ini. Sebelumnya, Amnesty Internasional memperingatkan bahwa blokade yang dilakukan terhadap Qatar dapat membuat warga sipil negara itu terlantar.
Beberapa di antara mereka harus menghadapi kemungkinan terpisah dari keluarga karena diusir dari negara yang saat ini ditinggali. Tercatat ada sekitar 6.000 keluarga di negara-negara Teluk Arab yang memiliki anggota berasal dari Qatar.