REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dana Anak PBB (UNICEF) mengatakan, anak-anak terus memikul beban banyak kondisi darurat di Sudan, sementara negara itu menghadapi penyebaran cepat diare berair akut.
"Situas parah itu terjadi setelah arus besar pengungsi Sudan Selatan, dan tingginya angka gizi buruk, terutama di Daerah Jebel Marra di Darfur Tengah," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam satu taklimat di Markas Besar PBB, New York, Kamis (29/6).
UNICEF sangat memerlukan 22 juta dolar AS untuk menyediakan bantuan penyelamat jiwa buat lebih dari 100 ribu anak. Kata dia, dengan berlanjutnya konflik di Sudan Selatan dan meluasnya kondisi rawan pangan, Sudan diperkirakan menerima pengungsi tiga kali lebih banyak pada 2017 dibandingkan dengan yang diperkirakan pada awal tahun ini.
"Dalam 10 bulan belakangan saja, lebih dari 16.600 kasus diare berair akut ditemukan, dengan 317 kematian," kata dia, Jumat pagi. Negara Bagian Nil Putih di Sudan Tengah adalah wilayah yang paling terpengaruh dengan lebih dari 5.800 kasus dilaporkan. Hampir 20 persen orang yang terserang adalah anak kecil.
"Jumlah kasus yang saat ini dilaporkan setiap pekan sama dengan jumlah yang kami hadapi pada puncak musim hujan tahun lalu. Di Negara Bagian Nil Putih, yang menampung hampir 100.000 pengungsi kebanyak di kamp, situasi bisa bertambah parah saat musim hujan dimulai," kata Wakil UNICEF di Sudan Abdullah Fadil.
Selain itu, lebih dari 155 ribu pengungsi dari Sudan Selatan telah mengungsi di Sudan sejak awal tahun ini, termasuk sebanyak 100 ribu anak kecil.
Menurut perkiraan, belum lama ini, di daerah yang baru bisa didatangi di Jebel Marra, Darfur Tengah, ada banyak kasus gizi buruk akut. Angka imunisasi juga sangat rendah, dan anak-anak yang berusia tujuh tahun tak pernah diberi vaksin sementara tak kurang dari 23 ribu anak usia sekolah memerlukan dukungan pendidikan.