Selasa 04 Jul 2017 08:19 WIB

Pria Inggris Dihukum 15 Bulan karena Tarik Jilbab

Diskusi antarmuslimah di Inggris
Foto: iwpeace
Diskusi antarmuslimah di Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, NEWCASTLE -- Seorang pria di Inggris yang menyerang perempuan Muslim dengan cara menarik jilbabnya dihukum penjara 15 bulan pada Senin (3/7). Pengadilan baru memutuskan kasus ini karena pelaku harus menerima perawatan kanker. 

Hakim Stephen Earl memvonis Scotter selama 15 bulan karena dia menggunakan bahasa yang mengerikan di tempat publik. Scotter juga wajib membayar 140 pound (setara 2,4 juta) kepada korban. "Komentar seperti ini tidak dapat diterima oleh masyarakat beradab," kata dia, dilansir dari Mirror pada Selasa (4/7).

Berdasarkan keterangan di pengadilan, keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit telah memicu munculnya serangan terhadap imigran. Seperti dilakukan warga Sunderland, Peter Scotter (56 tahun), yang menyerang seorang ibu ketika dia sedang berbelanja dengan putranya berusia sembilan tahun pada 3 Juli 2016. 

Kala itu, Scotter terdengar berteriak: "Kamu berada di negara kami sekarang. Dasar kamu Muslim sialan." Tarikan Scotter terhadap jilbab membuat perempuan itu terjatuh ke lantai di Bridges Shopping Centre, Sunderland. 

Melihat perempuan itu terjatuh, Scotter tidak berhenti. Dia terus mengeluarkan makian yang melecehkan. Termasuk "lepaskan benda itu", "saya mengambil kembali negara saya" dan "ini negara kami, menaati aturan kami, kalian orang kulit hitam dengan topeng dan kerudung, saya akan menariknya setiap saat".

Persidangan kasus ini kembali sempat tertunda beberapa bulan agar Scotter bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit. Korban sempat menyatakan dia tidak ingin Scotter dipenjara setelah mengetahui pelaku menderita kanker mulut. 

Pengacara Scotter, Tony Hawks, mengatakan kepada pengadilan bahwa kliennya memang melakukan tindakan bodoh dan tercela. Namun, hal tersebut juga karena kliennya tidak memiliki pengetahuan soal Islam.

Apalagi, dia menambahkan, sejumlah politikus memainkan isu tentang ras selama berminggu-minggu sebelum kejadian tersebut. "Bukan tanpa sengaja, peristiwa ini terjadi sekitar satu pekan setelah referendum Brexit. Kala itu, pers dan politikus menabuh drum soal mengambil kembali negara kita," kata Hawks. 

Jaksa Neil Pallister mengatakan Scotter terus melancarkan serangan rasis kendati kepolisian telah mengamankannya. Bahkan, dia mengakui melakukan tindakan rasis, termasuk adanya pemukulan. 

Pengadilan juga telah mendengar dia punya catatan buruk sebelumnya seperti melempar batu bata dengan stiker rasis pada sebuah rumah yang menampung pengungsi. 

Pallister mengatakan korban menggambarkan bagaimana dia secara teratur menderita penganiayaan. Tapi, tindakan Scotter jauh melampaui apa yang biasanya dia dan keluarganya alami. 

Dia mengatakan tindakan Scotter telah membuat dia takut untuk pergi keluar. Korban juga merasa khawatir karena serangan itu terjadi di depan anaknya. 

Ketika kejadian, seorang warga menolong korban dengan mencoba berbicara padanya dan menenangkannya. Sedangkan seorang penjaga toko mencoba menolongnya sembari bercucuran air mata. 

sumber : Mirror
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement