REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Pertempuran sengit terus berlanjut di Mosul, Irak, Senin (3/7). Jumlah serangan bom bunuh diri yang diluncurkan oleh anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga dilaporkan meningkat menyusul pergerakan pasukan pemerintah negara itu untuk merebut kendali kota.
Sejak Oktober 2016, Serangan ofensif untuk memukul mundur ISIS dari Mosul dilakukan oleh pasukan Pemerintah Irak bersama dengan Peshmerga Kurdi, dan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS). Kelompok militan itu saat ini sudah kehilangan sebagian besar wilayah kekuasaan mereka di kota tersebut.
Saat ini, wilayah kekuasaan ISIS yang tersisa diantaranya adalah distrik-distrik di barat laut Mosul. Diantaranya adalah wilayah Kota Tua yang merupakan kawasan pusat kebudayaan dan sejarah.
Di Kota Tua yang diyakini menjadi wilayah terakhir ISIS, serangan udara diluncurkan oleh koalisi AS. Kemudian pasukan Pemerintah Irak terus bergerak maju memasuki distrik-distrik di sekitarnya.
Namun, ISIS mengerahkan banyak serangan bom bunuh diri. Termasuk diantara yang kelompok itu kerahkan adalah perempuan-perempuan.
Tercatat dua serangan bom bunuh diri dilakukan dua perempuan. Kemudian, ada tujuh lainnya yang juga nampak membawa bahan peledak dan mendekat ke arah pasukan pemerintah. Beruntung, tindakan mereka dapat dicegah.
Pemerintah Irak sebelumnya menargetkan bahwa pembebasan penuh Mosul dari ISIS dapat dicapat pada Januari 2017. Namun, di bagian barat salah satu kota terbesar negara itu kesulitan dihadapi oleh pasukan dengan perlawanan kelompok teroris tersebut yang semakin meningkat.
"Kami juga memiliki kendala dengan struktur wilayah Kota Tua yang memiliki jalan sempit dan berliku, sehingga memudahkan ISIS dalam menyusun rencana perlawanan," ujar komandan Layanan Kontra Terorisme Irak, Abdulghani Al Assadi, dilansir BBC, Selasa (4/7).
Sementara, untuk mencegah serangan bom bunuh diri, khususnya yang dilakukan oleh perempuan, pasukan pemerintah akan mengupayakan pembebasan warga sipil yang ditahan ISIS. Para Kaum Hawa, akan diutamakan untuk pergi dari Kota Tua.
Dengan direbutnya kembali Mosul dari Irak, maka 'kekhalifahan' ISIS di negara itu diprediksi akan berakhir. Namun, organisasi teroris tersebut masih memiliki kekuasaan di sejumlah wilayah di Suriah, salah satunya yang terbesar adalah Raqqa.
Atas kemajuan dalam memukul mundur ISIS di Mosul, langkah yang sama juga akan dilakukan di Raqqa, Suriah. Saat ini, pasukan koalisi AS telah dikerahkan di bagian timur kota untuk menyerang kelompok itu.
Meski demikian, utusan AS untuk koalisi internasional melawan ISIS, Brett McGurk mengatakan kemajuan yang cepat dalam memukul mundur ISIS di Irak dan Suriah bukanlah akhir dari segalanya. Ia menilai bahwa kekalahan kelompok itu sepenuhnya dapat dicapai melalui usaha jangka panjang.
Prediksi kemenangan pasukan koalisi dalam menghadapi ISIS di Raqqa sebelumnya disebut dapat lebih cepat. Namun, keraguan datang mengingat pengalaman pertempuran di Mosul.
Pertempuran di Mosul sudah berlangsung selama lebih dari delapan bulan. PBB melaporkan hal ini telah membuat sebanyak lebih dari 8.000 warga sipil tewas maupun terluka. Jumlah tersebut didapat berdasarkan catatan dari mereka yang berhasil mendapat penanganan medis.