Rabu 05 Jul 2017 23:40 WIB

Suriah: Turki Halangi Kesepakatan Baru Astana

perbatasan turki dan suriah
Foto: press tv
perbatasan turki dan suriah

REPUBLIKA.CO.ID, ASTANA -- Turki telah menghalangi adopsi sebuah dokumen yang ditujukan untuk menerapkan rencana zona de-eskalasi di Suriah, menurut pemimpin perunding Suriah Bashar al-Ja'afari, Rabu (5/7). "Karena posisi Ankara, pembicaraan telah mencapai hasil yang sangat sederhana", katanya kepada wartawan seperti dilansir Reuters.

Sebelumnya, pada awal Juli Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR), melaporkan bahwa hampir setengah juta warga Suriah kembali ke rumah mereka sepanjang tahun ini, termasuk 440 ribu pengungsi dalam negeri dan lebih dari 31 ribu orang kembali dari negara tetangga.

Sebagian besar dari mereka kembali ke Aleppo, Hama, Homs dan Damaskus, kata UNHCR, dengan pertimbangan bahwa keamanan meningkat di beberapa bagian negara ini. "Ini adalah tren yang signifikan dan sejumlah besar," kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic pada sebuah konferensi pers di Jenewa.

"Sebagian besar orang ini kembali untuk memeriksa properti, untuk mencari tahu tentang anggota keluarga ... Mereka punya persepsi sendiri tentang situasi keamanan, nyata atau perbaikan di daerah tempat mereka kembali. "

Sementara itu, Amerika Serikat meminta Damaskus membatalkan rencana serangan kimia, tudingan didasarkan atas informasi intelijen terkait persiapan di lapangan terbang Suriah. Rusia, pendukung utama pemerintahan Presiden Suriah Bashar al Assad, langsung menanggapi dengan mengecam tudingan itu.

Juru bicara Pentagon, Kapten Jeff Davis, mengatakan bahwa pihaknya menerima informasi tentang kegiatan di lapangan terbang Shayrat, yang menjadi sasaran serangan peluru kendali Amerika Serikat pada 6 April. "Persiapan itu melibatkan pesawat di hanggar khusus, yang kami tahu sering digunakan untuk persenjataan kimia," kata Davis.

Davis mengatakan aktivitas itu terjadi sejak satu atau dua hari lalu. Dia tidak menjelaskan bagaimana Amerika Serikat mendapatkan informasi intelijennya.

Sebelumnya, Gedung Putih mengatakan bahwa pemerintah Suriah menyiapkan serangan kimia dan mengancam Bashar akan membayar harga mahal jika mewujudkan rencana itu. Pada April, Amerika Serikat menyerang lapangan udara Shayrat dua hari setelah 87 orang tewas akibat sebuah serangan gas beracun di wilayah gerilyawan. Suriah membantah telah melakukan serangan itu.

Rusia membantah informasi intelejen Amerika Serikat. Sejumlah pejabat Rusia menyebut perang di Suriah sebagai sumber ketegangan utama antara Moskow dengan Washington. Serangan rudal pada April, yang diperintahkan secara langsung oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, telah menaikkan resiko konfrontasi dua negara.

Sementara itu, Bashar dilaporkan mengunjungi pangkalan udara Rusia di Hmeymin, kawasan barat Suriah. Ini adalah kunjungan pertamanya di tempat yang digunakan Moskow untuk menggelar operasi militer udara di Suriah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement