REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah menghancurkan tiga depot amunisi dan pos komando kelompok ISIS di Provinsi Hama, Suriah, menggunakan peluru kendali jelajah, menurut laporan lembaga Rusia, Rabu (5/7), mengutip pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Peluru kendali strategis yang digunakan dalam serangan itu dari jarak sekitar 1.000 Km (600 mil) adalah jenis yang terbaru dari tipe Kh-101, kata kementerian tersebut. Perluru kendali semacam itu bisa mencapai target pada jarak tempuh hingga 4.500 km (2.800 mil) dan bisa membawa hulu ledak senjata nuklir.
Sebelumnya, menurut stasiun televisi propemerintah sedikitnya 20 orang tewas dan 30 orang lagi cedera ketika tiga serangan bom-mobil bunuh diri melanda Ibu Kota Suriah, Damaskus, pada Ahad (2/7).
Warga Damaskus terbangun Ahad pagi akibat suara ledakan keras, yang belakangan terbukti dilakukan oleh tiga pengebom bunuh diri.
Ketiga mobil tersebut menarik perhatian personel keamanan yang kemudian memburunya, kata Xinhua. Dua mobil meledak di deka jalan menuju bandar udara di pintu masuk Damaskus, sebelum mencapai sasaran mereka di dalam kota, sedangkan mobil ketiga melarikan diri dan meledak di Bundaran Ghadir di dekat Bundaran At-Tharir di Damaskus Timur.
Kebanyakan korban dilaporkan akibat ledakan ketiga di dekat Bundara At-Tharir, tempat 56 mobil rusak selain bagian depan tiga gedung permukiman, kata satu sumber militer kepada Xinhua.
Sumber itu, yang tak ingin disebutkan jatidirinya, mengatakan pelaku serangan bermaksud meledakkan mobil tersebut di dalam daerah banyak orang di Ibu Kota Suriah, saat orang kembali bekerja setelah libur Idul Fitri selama satu pekan.
Sementara itu, Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia, satu kelompok pemantau, menyatakan 18 orang tewas dan 15 orang lagi cedera dalam ledakan tersebut, 10 di antara mereka tewas dalam ledakan di Bundaran At-Tharir.
Pengeboman itu terjadi pada saat pertempuran sengit telah berkecamuk di daerah yang dikuasai gerilyawan di Damaskus Timur antara militer Suriah dan Kelompok Failaq Ar-Rahman, yang bersekutu dengan Fron An-Nusra, yang memiliki hubungan dengan Alqaidah.
Sehari sebelumnya para pegiat menuduh militer pemerintah melancarkan serangan dengan menggunakan gas klorin di Daerah Ayn Tarma di Damaskus Timur. Namun pernyataan tersebut dibantah dengan tegas oleh militer Suriah, yang mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa gerilyawan berdusta untuk menutupi kekalahan mereka.
Rami Abdul-Rahman, pemimpin Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia, mengatakan pertempuran telah berkecamuk di Jobar dan Ayn Tarma, dua permukiman di Wilayah Ghouta Timur di bagian timur Damaskus.
Pertempuran di Damaskus Timur telah meningkat sejak Juni, ketika militer Suriah memulai operasi untuk merebut Ayn Tarma dan Jobar dari gerilyawan, yang tidak dilibatkan dalam kesepakatan daerah penurunan ketegangan pada Mei.
Kesepakatan tersebut menghasilkan ketenangan yang relatif, tapi kelompok yang memiliki hubungan dengan Al-Qaida tidak dilibatkan. Dan militer Suriah ingin memperluas perimeter keamanan di seluruh Ibu Kota Suriah dengan berusaha mengusir petempur garis keras dari daerah itu.