REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Serangan di kantor Majelis Nasional Venezuela terjadi pada Rabu (5/7). Sekitar 100 orang, yang diyakini pendukung Presiden Nicolas Maduro memasuki gedung yang dikontrol anggota oposisi negara itu.
Hanya beberapa saat setelahnya, mereka memukuli beberapa anggota parlemen Venezuela dengan pipa. Selain itu, di dalam kantor Majelis Nasional setidaknya ada 108 orang, termasuk diantaranya adalah wartawan, mahasiswa, dan pengunjung warga sipil.
Ada lima anggota parlemen yang mengalami luka-luka akibat pemukulan. Mereka saat ini dilaporkan sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan medis.
Dari keterangan dalam surat kabar lokal Tal Cual, kelompok pendukung Maduro telah memaksa masuk ke dalam gedung dengan melemparkan senjata seperti roket kecil. Namun, penyelidikan akan dilakukan, mengingat kantor Majelis Nasional sebenarnya memiliki penjagaan ketat dari polisi militer.
Dilansir dari BBC, sejumlah foto dan video yang beredar di media sosial menunjukkan korban serangan yang terluka cukup parah. Kebanyakan menderita luka di kepala. Salah satu yang terlihat tengah dibawa di atas tandu adalah wakil pemimpin Majelis Nasional, Americo De Grazia.
Kekacauan di Venezuela terjadi seiring dengan krisis ekonomi. Inflasi negara itu diperkirakan mencapai hingga 700 persen pada tahun ini, berdasarkan data yang diperolehd ari Dana Moneter Internasional (IMF).
Politisi oposisi telah menyalahkan kebijakan sosialis yang diterapkan oleh Maduro, serta pendahulunya mantan presiden Hugo Chavez. Gelombang protes terhadapnya juga terus berlangsung dalam beberapa bulan terakhir, yang berujung dengan bentrokan.
Menurut oposisi, program kesejahteraan sosial yang dibuat pada 2013 lalu membuat harga ekspor minyak Venezuela menurun. Akibatnya, pendapatan pemerintah berkurang secara signifikan dan berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat negara itu untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari membeli bahan-bahan makanan, obat-obatan, hingga susu bayi.