Selasa 11 Jul 2017 06:36 WIB

Indonesia Hadapi Persaingan Ketat Masuki Pasar Kamboja

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Andi Nur Aminah
Kota Phnom Penh di Kamboja.
Foto: AFP Photo/Tang Chhin Sothy
Kota Phnom Penh di Kamboja.

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Indonesia bersaing ketat dengan negara-negara Asean lainnya untuk bisa memasuki pasar Kamboja. Menurut Duta Besar RI untuk Kamboja, Pitono Purnomo, persaingan disebabkan karena Indonesia memiliki produk yang sejenis dengan negara lain, seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura.

"Apa yang kita jual, mereka juga punya. Jadi competitive advantage-nya di mana?" ujar Pitono saat ditemui Republika.co.id di kantor KBRI Kamboja, di Phnom Penh, Senin (10/7).

Selain itu, masalah yang dihadapi Indonesia untuk bisa masuk ke pasar Kamboja adalah mahalnya biaya distribusi yang berpengaruh pada harga produk. Sebaliknya, negara-negara lain bisa mendistribusikan produk mereka dengan mudah ke Kamboja karena mereka memiliki perbatasan darat dengan negara tersebut.

"Negara-negara itu punya perbatasan darat. Kalau kita harus melewati pelabuhan dan bandara. Mahalnya produk kita di sini karena masalah transportasi, jadi harus menambah ongkos. Bahkan pelabuhan Sihanoukville itu harus ditempuh selama lima jam menuju ibukota Phnom Penh," jelas Pitono.

Belum adanya penerbangan langsung dari Indonesia ke Kamboja juga menjadi salah satu kendala. Menurutnya, bukan hal yang mudah untuk menembus pangsa pasar Kamboja yang telah diraih oleh negara-negara lain, meski Indonesia adalah negara penggagas perdamaian di Kamboja pada 1998.

Kamboja merupakan negara Least Developed Countries (LDC) yang selama ini tidak menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia. Pendapatan per kapita Kamboja yang masih rendah, membuat Indonesia lebih memilih pasar tradisional, seperti AS, Eropa, dan negara-negara Asia yang lebih maju.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement