Selasa 11 Jul 2017 18:42 WIB

Marmut yang Dulu Terancam Punah, Ancam Petani Cina

Marmut bobak.
Foto: GBIF.org
Marmut bobak.

REPUBLIKA.CO.ID, URUMQI -- Marmut Bobak, spesies yang dulu terancam punah kini mengancam kehidupan peternak di Dataran Tinggi Pamir di bagian barat-laut Cina saat hewan pengerat itu hidup makmur dalam upaya pelestarian lokal.

Hewan kecil yang berbulu halus tersebut terutama makan rumput dan menghancurkan lahan rumput serta mempengaruhi peternak di Kabupaten Aketao, Wilayah Otonomi Uygur Xinjiang. "Mereka kelihatan lucu, tapi mereka sangat membuat kami kesal pada musim dingin," kata peternak Tajidin Ghupur.

Hewan pengerat itu memakan akar rumput dan mengumpulkan tanaman di sarang mereka untuk menangkal hawa dingin. "Domba dan sapi saya hanya makan daun rumput, yang akan tumbuh lagi. Tapi marmut melahap akar rumput," katanya. "Selama mereka berada di sini, takkan ada makanan yang tersisa buat ternak saya."

Hewan tersebut merusak padang rumput, kata Muhttar, Kepala Pusat Pelestarian Padang Rumput di Kabupaten Aketao. Lembaga pelestarian lokal memperkirakan Marmut Bobak dapat menghancurkan empat sampai lima meter persegi rumput per tahun, sedangkan untuk bisa pulih diperlukan waktu bertahun-tahun.

Marmut Bobak menghuni padang rumput yang luas di Eropa TImur dan Asia Tengah. Di Cina, habitat spesies tersebut meliputi Pegunungan Tianshan dan Pegunungan Altai di Xinjiang.

Populasi Marmut Bobak liar turun secara drastis pada 1980-an dan 1990-an, saat hewan tersebut diburu oleh warga setempat untuk melindungi padang rumput. Para peternak diberi hadiah lima sampai 10 yuan (0,73 sampai 1,47 dolar AS) untuk satu marmut.

Peternak juga menjual bulu marmut dengan harga tinggi sebab bulu itu bisa digunakan untuk membuat topi serta pakaian. Spesies tersebut dinilai sebagai "risiko kecil/bergantung atas pelestarian" oleh Uni Internasional bagi Pelestarian Alam (IUCN) pada 1996.

Saat Pemerintah meningkatkan upaya pelestarian margasatwanya, perburuan marmut dilarang. "Populasi marmut meningkat 20 sampai 30 persen setiap tahun di Aketao," kata Muhttar.

Kategori spesies itu dinaikkan jadi "tak memprihatinkan" oleh IUCN pada 2008, sebab jumlahnya bertambah dan menjadi stabil. "Hari ini, hewan pengerat tersebut dapat dilihat di mana-mana di padang rumput, dan sebagian bahkan berani mendekat sampai 20 meter dari tenda peternak," kata Tajidin. "Mereka sudah tidak takut lagi pada manusia, dan berani bermain di luar di bawah sinar matahari ketika udara hangat."

"Kami tidak tahu harus berbuat apa. Memburu mereka melanggar hukum sekarang. Tapi jika kami tidak membebaskan diri dari mereka, mereka akan memporak-porandakan padang rumput kami dan ternak kami tak bisa bertahan hidup."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement