REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi menegaskan, Irak tidak akan memaafkan teroris dan akan terus menumpasnya. Pernyataan ini berkaitan dengan kecaman yang dilayangkan Amnesty International yang menyebut militer Irak dan pasukan koalisi bertanggung jawab atas jatunya korban sipil dalam peperangan Mosul.
Amnesty International telah mengutuk pasukan Irak dan sekutunya dalam peperangan melawan ISIS di Mosul. "Pemerintah Irak, pada tingkat tertinggi, dan negara-negara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) harus segera dan secara terbuka mengakui besar dan seriusnya korban sipil selama operasi militer yang mereka ambil untuk merebut kembali kontrol atas negara tersebut (Irak)," kata Lynn Malouf, Direktur Riset dari Kantor Regional Beirut untuk Amnesty Internasional, seperti dilaporkan laman Al Arabiya, Rabu (12/7).
Namun Abadi mempertanyakan perspektif Amesnty dalam pertempuran Mosul. Ia bertanya-tanya tentang apa yang digambarkan sebagai kesedihan dan ratapan warga Mosul di tengah kemenangan militer Irak atas ISIS di Mosul.
"Saya jadi merenungkan peran yang dimainkan organisasi ini (Amenesty) ketika ISIS membantai orang-orang Mosul dan menghancurkan segalanya dengan cara mereka," ujarnya.
Ia pun meminta organisasi kemanusiaan untuk memeriksa dan memverifikasi sumber mereka serta mengakui kegembiraan warga Mosul. "Termasuk sambutan hangat mereka (warga Mosul) kepada pasukan Irak yang berani," ucap Abadi.
Abadi menegaskan, tentara adalah pembela hak asasi manusia yang telah mengorbankan diri mereka untuk pembebasan umat manusia penyelamatan warga sipil. "Pemerintah mendukung usaha mereka untuk membela hak asasi manusia dan akan bersikap menentang setiap pelanggaran," ujarnya.
Sedangkan untuk para teroris atau milisi ISIS yang tertangkap oleh militer Irak, Abadi menyatakan tidak akan ada pengampunan untuk mereka. "Tidak ada teroris yang lolos dari hukuman dan kami tidak akan mengeluarkan amnesti untuk teroris pembunuh tersebut," kata Abadi.
Pada Ahad lalu, Irak telah menyatakan kemenangannya atas ISIS di Mosul. Pertempuran di Kota Tua tersebut telah berlangsung selama sembilan bulan dan menyebabkan ratusan ribu warganya mengungsi.