REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden AS Donald Trump telah mengunjungi Eropa untuk kedua kalinya dalam sepekan. Kali ini Air Force One yang membawa Trump dan istrinya, mendarat di Bandara Paris Orly, pada Kamis (13/7) pagi.
Trump akan terlebih dahulu menghadiri pertemuan di kediaman Duta Besar AS untuk Prancis, sebelum mengikuti upacara penyambutan resmi oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Trump juga dijadwalkan akan mengunjungi makam Napoleon di Les Invalides sebelum melakukan pembicaraan mengenai keamanan dengan Macron di Istana Élysée.
Kunjungan Trump di Paris bertepatan dengan peringatan 100 tahun bergabungnya AS dalam Perang Dunia I. Gedung Putih mengatakan, bahasan utama yang akan dibicarakan Trump dan Macron adalah mengenai upaya kontraterorisme di Suriah.
Macron berharap, ia dapat menunjukkan keinginan Prancis untuk dapat memainkan peran lebih luas dalam urusan keamanan global. Negara ini merupakan kontributor terbesar kedua bagi koalisi anti-ISIS pimpinan AS, anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan aktor kunci dalam upaya kontraterorisme di Afrika utara.
Pada Jumat (14/7), Trump akan menjadi tamu kehormatan dalam sebuah pawai militer dalam perayaan Bastille Day. Perayaan ini merupakan hari libur nasional yang memperingati dimulainya Revolusi Prancis.
Pasukan AS akan berbaris bersama pasukan Prancis di Champs-Élysées. Pawai tersebut akan menunjukkan sejarah panjang kerjasama antara kedua negara.
Meski pertemuan KTT G20 di Jerman diwarnai dengan bentrokan, warga Prancis diperkirakan tidak akan berunjuk rasa selama Trump berkunjung ke Paris. Meski demikian, keamanan tetap ditingkatkan dengan mengerahkan 11 ribu polisi.
Macron, yang terpilih secara meyakinkan pada Mei lalu, telah dianggap sebagai jembatan antara Eropa dan AS. Alih-alih mengisolasi Trump, Macron justru berharap dapat menjaga kepemimpin AS dalam demokrasi barat.
Macron tidak terbebani oleh beban politik apapun, yang akan mengalihkan perhatiannya Presiden Trump. Ia memiliki posisi yang berbeda dengan Kanselir Jerman Angela Merkel yang akan kembali menghadapi pemilu pada September nanti, atau Perdana Menteri Inggris Theresa May yang sedang mendapat pukulan politik dalam pemilu cepat bulan lalu.
Namun Macron dan Trump memancarkan citra berbeda. Pada usia 39, Macron telah menjadi Presiden Prancis termuda di era modern, sementara Trump yang berusia 71 tahun adalah presiden AS tertua dalam sejarah.
Trump diketahui telah memberikan dukungan diam-diam terhadap saingan Macron, si sayap kanan Marine Le Pen. Sikap Trump bertentangan dengan mantan Presiden Barack Obama yang mendukung Macron.
Dilansir dari CNN, Macron sangat ingin mengembangkan hubungan keamanan yang erat dengan Trump. Namun di sisi lain ia juga mengkritik Trump, yang menarik AS dari kesepakatan iklim yang telah disepakati di Paris.