REPUBLIKA.CO.ID, QALQILIYA -- Israel menunda rencana untuk mengizinkan ekspansi pembangunan di kota Tepi Barat Palestina. Pada Rabu, kabinet keamanan memutuskan untuk menunda diskusi memasukkan Qalqiliya ke dalam wilayah yang dikuasai tentara Israel area C.
Pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu awalnya menyetujui rencana untuk membuat 5.000 unit rumah baru pada tahun lalu. Perubahan kebijakan tersebut merupakan tekanan dari lobi pemukim Israel, yang menggambarkan tindak lanjut ekspansi wilayah tersebut.
Sebanyak 53 ribu warga Qalqiliya tinggal di lahan seluas lebih dari 1,5 mil persegi. Area C mencakup 60 persen dari Tepi Barat.
Ketua kelompok pemukim Dewan Daerah Samaria Yossi Dagan mengatakan kepada Ynet Israel seperti dikutip Morning Star, Jumat (14/7), ini adalah langkah pertama ke arah besar.
Sementara ahli perencanaan kota dari Universitas Haifa Profesor Rassem Khamaisi yang menyusun rencana perluasan, mengatakan, Israel harus membiarkan kota tersebut bernafas, dengan atau tanpa kesepakatan damai.
“Tahun-tahun pendudukan tidak memungkinkan untuk pertumbuhan alami dan ini adalah ketidakadilan jika membiarkan orang terkunci seperti ini,” katanya. “Qalqiliya tidak akan hilang.”
Perubahan kebijakan ini juga membayangi kedatangan utusan perdamaian Amerika Serikat Jason Greenbalt tentang kesepakatan pasokan air antara Israel dan Otoritas Palestina. Pada Rabu, konsulat AS di Yerusalem menyebutkan Greenbalt bertemu dengan perwakilan dari Jalur Gaza yang terkepung untuk membahas aspirasi mereka untuk perdamaian.
Utusan itu juga menggarisbawahi kepentingan pemerintah Donald Trump dalam memperbaiki ekonomi lingkungan bagi komunitas bisnis Palestina, termasuk di Gaza.