REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Sedikitnya, satu orang tewas dan 56 orang lainnya luka-luka dalam insiden antara warga al-Warraq, Mesir, dan aparat kepolisian setempat. Bentrokan tersebut terjadi ketika petugas keamanan berupaya menggusur permukiman ilegal di al-Warraq, salah satu “pulau” atau lahan terbatas yang berada di tengah Sungai Nil.
Reuters, Senin (17/7), melaporkan, lahan di al-Warraq masih berstatus tanah negara. Aturan Mesir tidak membenarkan pendirian permukiman di “pulau-pulau” Sungai Nil. Namun, kepolisian Mesir mengakui, rencana penggusuran tersebut tidak dilakukan sesuai rencana.
“Aparat terkejut dengan aksi demonstrasi yang dilakukan beberapa orang di sana. Mereka menyerang petugas dengan ketapel atau lemparan batu.
Petugas terpaksa meletuskan gas air mata untuk membubarkan para demonstran dan mengendalikan situasi,” demikian kutipan keterangan Kementerian Dalam Negeri Mesir, Senin (17/7).
“Misi ini gagal sudah sejak semula karena tidak ada koordinasi,” kata keterangan itu.
Dari 56 korban luka-luka, sebanyak 37 orang di antaranya merupakan aparat kepolisian, sedangkan 19 sisanya adalah warga.
Beberapa penghuni al-Warraq menegaskan, mereka telah mendiami “pulau” tersebut lebih dari 30 tahun lalu. Mereka menolak dituding sebagai penduduk liar di tanah negara.
“Kami lahir di pulau ini. Kami punya bukti resmi kepemilikan tanah,” kata Marzouk Hany (20 tahun), seorang warga setempat, yang sehari-hari bekerja sebagai penjual daging.
Saat diwawancara, Hany bersama dengan ratusan warga al-Warraq sedang mengusung jenazah korban tewas ke permakaman.
Diketahui, sejak pemerintahan Presiden Abdel Fatah el-Sisi, pemerintah Mesir gencar berkampanye anti-pembangunan liar.
“Menurut hukum yang berlaku, tidak dibenarkan adanya bangunan di 'pulau-pulau' itu (di Sungai Nil),” seru Presiden el-Sisi beberapa waktu silam.