REPUBLIKA.CO.ID, REGENSBURG -- Kekerasan fisik dan pelecehan seksual terjadi kepada setidaknya 547 siswa laki-laki yang merupakan anggota muda paduan suara Regensburger Domspatzen, Jerman. Sejumlah kasus terkait hal ini dilaporkan berlangsung dalam kurun waktu setidaknya 60 tahun, yaitu antara 1945 hingga 2015.
Kasus pelecehan seksual itu diselidiki dan dikumpulkan oleh pengacara bernama Ulrich Welber. Menurut laporan-laporan yang ada, anggota paduan suara dari sekolah Katolik yang saat itu merupakan siswa sekolah dasar mengalami penyiksaan layaknya berada di kamp konsentrasi Nazi.
Para siswa yang menjadi anggota saat itu tidak dapat begitu saja melarikan diri, Mereka yang mencoba keluar dari kelompok paduan suara akan dicari dan saat tertangkap, penyiksaan terjadi.
Pemukulan, hingga tindakan yang memalukan dilakukan di hadapan banyak siswa lainnya. Dari 547 siswa, ada 67 di antaranya yang dipastikan mengalami pelecehan seksual dan sisanya mendapat kekerasan fisik. Kejadian ini kemudian juga disebut mungkin berlangsung tepatnya antara 1945 hingga awal 1990-an.
Welber mengatakan, ia tidak dapat berbicara langsung dengan mantan siswa anggota pauan suara itu. Hal ini karena mereka menolak untuk secara terang-terangan menjelaskan peristiwa mengerikan yang dialami, meski tetap mengakui telah melewati pengalaman buruk tersebut.
Sementara itu, pelaku pelecehan seksual kemungkinan besar tidak dapat menghadapi tuntutan hukum Hal ini karena kejahatan tersebut sudah lama berlalu dan secara ketentuan, tidak dapat menghadapi tuntutan.
Baca juga, Menteri Keuangan Vatikan Didakwa Pelecehan Seksual.
Kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami anggota paduan suara itu pertama kali meluas pada 2010. Namun, skandal yang mulai mencuat itu nampaknya tidak ditindaklanjuti oleh pihak Gereja Katolik tersebut, khususnya Regensburg Gerhard Ludwig Muler.
Gereja Katolik telah terpukul oleh sejumlah skandal yang muncul dalam beberapa tahun terakhir. Kasus pelecehan seksual secara khusus pertama kali meluas pada 1990-an. Hal itu terjadi di lingkungan Gereja Katolik Irlandia, hingga kasus serupa terungkap di lebih dari 12 negara.
PBB telah menuding Vatikan secara sistematis mengadopsi kebijakan yang memungkinkan para pendeta atau pastor melakukan pelecehan seksual terhadap murid mereka. Paus Fransiskus yang memimpin Gereja Katolik Dunia saat ini menyerukan pencegahan hal itu dan menawarkan kompensasi terhadap para korban.