Ahad 23 Jul 2017 13:23 WIB

Dana Pensiun Perempuan di Australia Lebih Kecil dari Pria

Rep: Antoinette Lattouf/ Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Perempuan Australia memasuki masa pensiun dengan hanya memiliki dana pensiun yang jumlahnya kurang dari setengah dari dana pensiun pria. Sistem ini dirancang untuk menguntungkan ayah yang bekerja saat diluncurkan 25 tahun yang lalu, menurut sebuah penelitian utama.

Studi yang berjudul “Not So Super, For Women” ini mengungkapkan jumlah rata-rata dana pensiun yang didapat seorang wanita pada masa pensiun mereka adalah $ 80 ribu  atau sekitar Rp 849 juta - hanya 47 persen dari dana pensiun yang berhasil dikumpulkan pria pada periode usia yang sama.

Penulis penelitian ini, David Hetherington, dari think-tank Per Capita, mengatakan rata-rata kaum wanita pensiun dengan [dana pensiun] kurang dari 3 tahun dari kehidupan pensiunan yang memadai.

"Kaum ibu pada khususnya menjadi dihukum dibandingkan dengan perempuan tanpa anak dan bahkan pria tanpa anak, dan ayahlah yang mendapat imbalan positif dari sistem pendapatan dan sistem dana pensiun ini," katanya baru-baru ini.

Pada usia 25, wanita memiliki saldo dana pensiun yang sama dengan pria, namun pada saat mereka mencapai usia 35 tahun, saldo mereka 30 persen lebih rendah dan kesenjangan ini terus melebar dari sana.

"Sistem dana pensiun ini dirancang pada era 80-an dan 90-an untuk model kerja yang berbeda dan model struktur sosial yang berbeda," kata David Hetherington.

"[Pada saat itu] para pria pergi bekerja selama 40 jam lebih dalam seminggu. Diasumsikan bahwa wanita akan memiliki seorang pria di rumahnya yang akan menghasilkan uang."

David Hetherington mengatakan bahwa sistem ini secara sistematis tidak menguntungkan bagi perempuan, yang semakin banyak bekerja di posisi paruh waktu dan bergaji rendah.

Risiko Jadi Tunawisma dan Kurang Makan

Lisa Smajlov adalah seorang ibu tunggal berusia 47 tahun yang tidak memiliki rumah sendiri. Secara statistik dia adalah salah satu warga yang paling rentan di Australia dalam hal pensiun.

"Saya berada dalam hubungan yang penuh dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan ketika saya meninggalkan mantan saya, anak saya berusia enam bulan dan saya tidak dapat bekerja di sektor korporasi," kata Lisa Smajlov.

Mantan karyawan di bagian sumber daya manusia (HRD) ini sekarang bekerja di bidang pelayanan sosial dan mengambil pekerjaan paruh waktu dengan gaji setengah dari gaji yang diperolehnya di pekerjaan sebelumnya.

"Saya tidak lagi mengambil skema pengorbanan gaji (kesepakatan menukar sebagian gaji dengan fasilitas kemudahan dari perusahaan seperti kupon makan, kupon penitipan anak, kendaraan hingga tambahan iuran pensiun], seperti yang saya lakukan dulu saat bekerja di perusahaan, saat saya mendapat gaji yang sangat bagus," katanya.

"Kondisi ini membuat saya merasa sangat rentan."

"Saat ini saya rasa memang belum merasakan dampak dari tidak memiliki tempat tinggal sendiri, tapi hal seperti itu bisa menjadi sesuatu yang bisa terjadi di masa depan."

David Hetherington mengatakan banyak responden perempuan dalam survey ini mengutarakan kekhawatiran yang sama dengan Lisa Smaljov.

"Beberapa cerita mereka benar-benar mendalam dan ada banyak ... yang mengganggu," katanya.

"[Seperti] orang harus menentukan apakah mereka harus menyalakan air panas di musim dingin atau apakah mereka masih mampu memiliki hewan peliharaan atau memiliki makanan untuk mereka sendiri.

"Beberapa orang membayangkan diri mereka menjadi tunawisma dan pada dasarnya orang-orang itu sangat cemas."

Perlu Perombakan Total

Penelitian ini juga merekomendasikan serangkaian perubahan kebijakan, termasuk pelacakan keseimbangan dana pensiun untuk mengidentifikasi di mana intervensi diperlukan, dengan 'jalur akumulasi' ditawarkan kepada mereka yang tertinggal.

"Sebuah kenaikan besaran jumlah dana pensiun dari pemerintah untuk orang-orang yang saldonya telah berkurang jauh dari jalur menuju pendapatan pensiun yang layak adalah kebijakan lain yang bisa dilakukan pemerintah, sehingga pemerintah akan memasukkan 2,5 persen lagi untuk mereka," kata David Hetherington.

"Pemerintah harus membayar iuran dana pensiun lebih besar dari skema cuti orang tua yang dibayar saat ini dan kami pikir perjanjian antara perusahaan dengan serikat pekerja harus dilakukan untuk membayar skema cuti orang tua yang dibayar."

Studi tersebut mensurvei 4.000 anggota serikat pekerja dan menggunakan data dari survei Rumah Tangga, Pendapatan dan Dinamika Tenaga Kerja yang dilakukan Biro Pusat Statistik Australia untuk memantau bagaimana saldo dana pensiun berubah dari waktu ke waktu.

Penelitian ini adalah inisiatif bersama antara think tank Per Capita dan The Australian Services Union.

ABC telah meminta pendapat dari Dewan Bisnis Australia dan Federasi Pengusaha dan Industri Australia namun tidak mendapat tanggapan.

Diterjemahkan 21/7/2017 oleh Iffah Nur Arifah dan simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement