Ahad 23 Jul 2017 05:12 WIB

Iran Umumkan Produksi Rudal Baru

Rep: Puti Almas/ Red: Ratna Puspita
 peluncuran rudal jarak jauh Iran.
Foto: IRNA
peluncuran rudal jarak jauh Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran mengumkan bahwa negara itu telah meluncurkan sebuah lini produksi rudal terbaru pada Sabtu (22/7). Rudal tersebut memiliki nama Sayyad 3, yang dilaporkan dapat terbang dan mencapai ketinggian hingga 27 kilometer atau 16 mil. 

Dilansir dari Reuters pada Ahad (23/7), rudal ini juga dapat menempuh perjalanan sejauh 120 kilometer atau 74 mil. Senjata ini diklaim dapat menargetkan pesawat tempur, pesawat tak berawak, dan helikopter. 

"Sayyad 3 dapat menargetkan sejumlah peralatan tempur, termasuk dengan rudal jelajah," ujar Menteri Pertahanan Iran Hossein Dehghan, dalam sebuah pernyataan. 

Pengumuman peluncuran lini rudal terbaru dari Iran muncul di tengah ketegangan negara itu dengan Amerika Serikat (AS). Pekan lalu, Negeri Paman Sam meningkatkan sanksi ekonomi terhadap Iran. 

AS melakukan langkah itu atas dugaan pengembangan program rudal balistik yang diakukan Iran. Negara adidaya itu juga mengatakan bahwa Teheran telah mengurangi apa yang disebut sebagai kontribusi positif dalam kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015. 

Iran juga terus dikhawatirkan sebagai ancaman utama AS dengan dugaan bahwa negara itu selama ini adalah pendukung utama kelompok teroris. Dalam kesepakatan nuklir Iran yang dibuat bersama dengan Dewan Keamanan PBB itu, AS merasa belum sepenuhnya dapat terlindung dari kemungkinan bahaya tersebut. 

Dalam ketentuan perjanjian tersebut, Iran harus mengurangi produksi uranium, serta meniadakan segala kemungkinan pengembangan senjata nuklir. Kesepakatan ini sekaligus menjadi strategi non-militer AS yang memiliki kekhawatiran bahwa Iran mengembangkan program nuklir untuk menciptakan senjata berbahaya. 

Sanksi ekonomi terbaru untuk Iran menjadi tanda Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump berupaya memberi tekanan lebih besar terhadap negara Timur Tengah tersebut. Saat ini, Pemerintah AS juga menargetkan 18 entitas dan individu yang mendukung Iran dalam melakukan kejahatan transnasional. 

Trump selama ini dikenal mengecam kesepakatan nuklir Iran yang dibuat saat AS berada di bawah pemerintahan mantan presiden Barack Obama. Ia mengatakan kesepakatan itu sebagai hal terburuk yang dinegosiasikan. 

Demikian dengan pendapat dari Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson. Ia pernah mengatakan kesepakatan nuklir Iran merupakan perjanjian yang gagal. 

Meski demikian, tidak ada tanda-tanda bahwa Pemerintah AS di bawah Trump akan meninggalkan kesepakatan tersebut. Selain tu, tidak ada tindakan segera yang dilakukan untuk menindaklanjuti sanksi atau tekanan apapun terhadap Iran. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement