REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Selasa, mengecam penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan AS tahun lalu serta, tanpa bukti, mempertanyakan dukungan Ukraina terhadap saingannya pada pemilihan presiden, Hillary Clinton dari Partai Demokrat.
Melalui beberapa cuitannya, Trump juga mengatakan bahwa Jaksa Agung AS Jeff Session mengambil "sikap yang sangat lemah" terhadap Hillary dan menyebut-nyebut "upaya Ukraina untuk merusak kampanye Trump -bekerja secara diam-diam untuk memperkuat (Hillary) Clinton'."
Trump tidak merinci ataupun memberikan bukti soal kemungkinan Ukraina memainkan peranan dalam pemilihan presiden AS 2016. Pemilihan tahun lalu itu saat ini sedang diselidiki terkait kemungkinan bahwa Rusia telah ikut campur dan menjalin kontak dengan tim kampanye Trump.
Juru bicara presiden Ukraina belum menjawab permintaan untuk berkomentar. Kementerian luar negeri menolak memberikan komentar. Wakil tetap Ukraina untuk Dewan Eropa, Dmytro Kuleba, mengatakan di Twitter, "Trump menulis bahwa kita mencampuri pemilihan di Amerika Serikat, sementara Putin mengatakan kita mengancam Rusia. Dulu kita hidup dengan damai."
Rusia telah membantah melakukan campur tangan sementara Trump mengatakan tim kampanyenya tidak bersekongkol dengan Moskow. Masalah tersebut telah membayang-bayangi enam bulan pertama kedudukan Turmp sebagai presiden sementara Kongres dan Departemen Kehakiman AS terus menjalankan sejumlah penyelidikan.
Sementara itu, para anggota parlemen AS juga sedang mendorong agar sanksi-sanksi baru dijatuhkan terhadap Rusia terkait pencaplokan yang dilakukan negara itu pada 2014 terhadap Krimea dari Ukraina, juga soal dugaan campur tangan Moskow dalam pemilihan AS.