REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) merespons keputusan Pemerintah Rusia terkait pengusiran ratusan diplomat Amerika. AS menyesalkan putusan tersebut dan siap memberikan jawaban atas hal itu.
"Ini adalah tindakan yang disesalkan dan tidak beralasan dan kami akan menilai dampak pembatasan tersebut dan meresponnya kepada Rusia," ujar pernyataan Departemen Luar Negeri AS, dilansir The Independent, Senin (31/7).
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya memberi keputusan untuk mengusir 755 staf diplomatik AS dari negaranya. Ia juga telah mempertimbangkan tindakan lainnya sebagai sanksi baru terhadap Washington.
Putin menuturkan, ada lebih dari 1.000 staf diplomatik yang berada di Kedutaan Besar AS di Ibu Kota Moskow. Kemudian, secara keseluruhan ada tiga kantor konsulat Negeri Paman Sam di Rusia.
Selain mengusir ratusan diplomat, Rusia juga menyita dua properti diplomatik AS. Langkah ini disebut oleh Putin sebagai balasan dari keputusan kongres dan senat AS yang memberikan sanksi baru terhadap Moskow.
Pada 26 Juli lalu, Kongres AS memutuskan rancangan undang-undang baru untuk meningkatkan sanksi terhadap Rusia. Ini adalah bentuk tindak lanjut dari dugaan campur tangan negara Eropa itu dalam pemilu AS 2016. Selain itu juga untuk menghukum Rusia yang melakukan aneksasi di Crimea pada 2014.
"Kami tidak akan meninggalkan segala sesuatu tanpa jawaban meski kami berharap situasinya akan berubah, tapi ternyata tidak demikian," ujar Putin pada Ahad (30/7).
Ia mengatakan sanksi terhadap AS menjadi langkah yang memperburuk hubungan dua negara tersebut. Meski demikian, Putin berharap situasi dapat berubah.
Sejauh ini, Putin menilai Rusia dan AS dapat mencapai kerja sama yang baik dalam sejumlah ituasi sulit. Salah satunya dengan menciptakan zona de-eskalasi di Suriah.
Rusia dan AS merupakan mantan musuh pada era Perang Dingin. Sejak saat itu, kedua negara besar ini tidak pernah memiliki hubungan kerjasama yang baik dan hangat, terlebih menjadi sekutu.