REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping mengatakan, Cina sangat mencintai perdamaian, namun tidak akan pernah berkompromi dalam mempertahankan kedaulatan negara. Xi menyampaikan pesan ini dalam perayaan 90 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat, Selasa (1/8).
Cina telah meningkatkan ketegangan di wilayah Asia dan secara global dengan sikapnya yang semakin asertif dalam sengketa teritorial di Laut Cina Timur dan Selatan. Cina juga memiliki rencana modernisasi militer yang ambisius di wilayah tersebut.
Hubungan Cina dengan Taiwan juga memburuk sejak Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik pro-kemerdekaan memenangkan pemilihan presiden Taiwan tahun lalu. Cina menganggap Taiwan sebagai provinsi yang bandel, yang masih berada ke bawah kendali Beijing dengan paksa.
"Orang-orang Cina mencintai perdamaian Kita tidak akan pernah melakukan agresi atau ekspansi, tapi kita memiliki kepercayaan diri akan bisa mengalahkan semua invasi," kata Xi.
"Kita tidak akan mengizinkan siapapun, organisasi atau partai politik, untuk membagi wilayah Cina di luar negeri, dalam bentuk apapun," ungkapnya. "Tidak ada yang bisa mengharapkan kita menelan buah pahit bagi kepentingan kedaulatan, keamanan, dan pembangunan kita."
Untuk isu dalam negeri, tentara telah menjadi sasaran utama kampanye anti-korupsi Xi. Beberapa perwira militer senior, termasuk Xu Caihou, Guo Boxiong, dan Gu Junshan, telah dipecat dari jabatannya karena korupsi sejak Xi berkuasa.
Xi mengatakan, setelah kerja kerasnya selama lima tahun, tentara telah berhasil mengubah struktur organisasi, kekuasaan, serta citra publiknya. Perombakan militer senior pada kongres Partai Komunis lima tahunan di musim gugur ini diperkirakan akan semakin memperkuat cengkeramannya, dan Xi berulang kali menegaskan kembali kepemimpinan absolut Partai atas tentara.
"Untuk membangun sebuah militer yang kuat, kita harus dengan teguh mematuhi kepemimpinan mutlak Partai atas angkatan bersenjata, dan memastikan bahwa tentara rakyat selalu mengikuti Partai," ujar Xi.