Selasa 01 Aug 2017 15:13 WIB

Ratusan Tentara yang Ingin Gulingkan Erdogan Diadili

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, NKARA -- Sebanyak 500 orang yang ditangkap atas tuduhan terlibat dalam kudeta di Turki pada Juli 2016 diadili, Selasa (1/8). Persidangan akan digelar di sekitar pangkalan udara Akinci.

Para terdakwa hadir di ruang sidang yang disebut dibangun di luar Ibu Kota Ankara. Mereka seluruhnya menghadapi tuduhan percobaan pembunuhan terhadap presiden. Kudeta Turki yang gagal terjadi tepatnya pada 15 Juli 2016. Dalam peristiwa itu, sebanyak 249 warga sipil tewas.

Sejak kudeta gagal terjadi, penangguhan jabatan terhadap banyak orang dari berbagai lembaga negara, serta penahanan dilakukan. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding bahwa ulama yang berbasis di Amerika Serikat (AS) Fethullah Gulen sebagai dalang utama peristiwa itu.

Pemerintah Turki kemudian menargetkan seluruh individu maupun kelompok yang terkait atau bahkan diyakini sebagai pendukung jaringan Gulen. Tercatat sejak kudeta, setidaknya ada 120 ribu orang, baik berasal dari militer, polisi, dan pegawai negeri yang tercatat telah dipecat maupun ditangguhkan. Kemudian, ada sekitar 40 ribu orang dari instansi serta lembaga negara tersebut yang ditangkap.

Persidangan terhadap terdakwa kasus kudeta kali ini merupakan yang terbesar digelar. Hingga saat ini, Gulen yang menjadi tersangka utama masih diadili secara in absentia. Ektradisi dirinya terus diupayakan oleh Pemerintah Turki.

Meski demikian, banyak kritikus yang mengatakan, kudeta pada tahun lalu hanya upaya dari Erdogan untuk membersihkan lawan-lawan politiknya. Dugaan ini semakin diperkuat dengan diadakannya referendum untuk mengganti konstitusi sebagai sistem pemerintahan baru yang berlaku di Turki.

Sistem pemerintahan baru Turki dinilai membuat Erdogan memiliki kekuatan lebih besar atas negara yang terletak di antara Asia dan Eropa itu. Terlebih, dalam ketentuan baru ini, presiden dapat secara langsung campur tangan dalam urusan peradilan.

Partai AK (AKP) juga mendapat jatah kursi pemerintahan lebih banyak. Kemudian, jumlah anggota parlemen dalam konstitusi baru Turki akan diperbanyak, dari yang semula hanya 550 menjadi 600.

Erdogan telah berkuasa di Turki pada 2002 lalu, tepatnya setahun setelah pembentukan AKP. Selama lebih dari satu dekade, pria berusia 62 itu menjabat sebagai perdana menteri, hingga pada 2014 lalu terpilih menjadi presiden.

Dengan konstitusi baru Turki, pemilihan presiden dan parlemen berikutnya diselenggarakan pada 3 November 2019 mendatang. Presiden terpilih akan memiliki masa jabatan lima tahun dan maksimal dua periode.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement