Sabtu 05 Aug 2017 09:58 WIB

Sanksi AS untuk Korut Semakin Berat, Apa Saja?

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Uji coba peluncuran rudal balistik Korea Utara.
Foto: AP
Uji coba peluncuran rudal balistik Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS), pada Jumat (4/8), telah mempresentasikan kepada Dewan Keamanan PBB sebuah rancangan resolusi yang memperkuat sanksi terhadap Korea Utara (Korut). Penguatan sanksi ini diharapkan mampu menghentikan Korut dalam mengembangkan proyek rudal dan nuklirnya.

Dalam rancangan atau draf yang diajukan, AS menyusun langkah-langkah mengenai pelarangan ekspor komoditas yang menjadi pendapatan utama Korut yakni ekspor batubara, bijih besi, besi, plumbum, dan bijih plumbum. Pelarangan ekspor ini diperkirakan akan memangkas pendapatan Korut sebesar 1 miliar dolar AS.

"Namun, bila diimplementasikan oleh semua negara, larangan ekspor tersebut dapat memangkas sekitar sepertiga pendapatan ekspor Korut, yang diprediksi dapat mencapai tiga miliar dolar AS per tahun, " kata seorang diplomat, seperti dikutip laman Aljazirah, Sabtu (5/8).

Dalam rancangan tersebut, AS juga menyertakan perihal larangan peningkatan jumlah pekerja yang dikirim ke luar negeri oleh Korut. Termasuk melarang sebuah usaha bersama ataupatungan, serta investasi gabungan dengan pelaku usaha dari Korut.

Selain itu, Bank Perdagangan Luar Negeri Korut, yang mengelola valuta asing, akan dimasukkan ke dalam daftar hitam sanksi PBB.Dengan demikian, segala aset di Bank Perdagangan Luar Negeri Korut akan dibekukan.

AS, dalam resolusinya, juga akan memperketat pembatasan perdagangan teknologi dengan negara pimpinan Kim Jong-un tersebut. Hal ini dilakukan agar Korut mengalami hambatan dalam memperoleh barang atau perangkat yang digunakan untuk program militernya.

Seorang diplomat mengindikasikan bahwa Cina dan Rusia siapuntuk mendukung rancangan resolusi yang disusun AS tersebut. Namun hal ini belum dapat terkonfirmasi. Sebab sebelumnya Kremlin dan Beijing telah memperingatkan bahwa mereka tidak akan mendukung sanksi yang akan memperburukkrisis kemanusiaan di Korut.

Cina dan Rusia juga bersikeras bahwa sanksi-sanksi baru yang diterbitkan PBB tidak akan mengubah perilaku Pyongyang. Menurut kedua negara, satu-satunya jalan agar Korut menghentikan program rudal dan nuklirnya adalah melalui dialog.

Pendapat Cina dan Rusia bertentangan dengan AS besertasekutunya, termasuk Jepang dan Korea Selatan (Korsel). AS dan sekutu menilai sanksi yang lebih keras untuk Korut dibutuhkan agar memaksa negara tersebut bersedia menghadiri meja perundingan guna membahas penghentian program militernya.

AS meminta pemungutan suara terkait resolusi ini dilakukanpada Sabtu (5/8). Sebuah resolusi PBB membutuhkan sembilan suara dewan keamananyang mendukung resolusi, tanpa diveto oleh AS, Cina, Rusia, Prancis, atau Inggris untuk diadopsi. Bila disahkan, resolusi tersebut akan menjadi sanksiketujuh bagi Korut sejak mereka meluncurkan uji coba rudal nuklir pada 2006.

Korut telah menguji rudal balistik antarbenua perdananya pada 4 Juli lalu, bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan AS. Korut mengatakan rudal tersebut merupakan kado atau hadiah untuk AS yang sedang merayakan hari kemerdekaanya.

Pada 28 Juli, Korut kembali melakukan uji coba rudalbalistik antarbenua. Pascauji coba rudal tersebut, pimpinan Korut Kim Jong-unmenyatakan bahwa semua daratan AS telah berada dalam jangkauan rudalnya. Ia juga memperingatkan AS agar tidak mengambil tindakan provokasi terhadap negaranya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement