Senin 07 Aug 2017 22:59 WIB

Dapat Sanksi dari PBB, Korut Beri Peringatan Kepada AS

Rep: Marniati/ Red: Ilham Tirta
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan Kim Jong Un meninjau percobaan rudal balistik jarak jauh  Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea Utara
Foto: KCNA/Reuters
Foto rilis dari pemerintah Korea Utara menggambarkan Kim Jong Un meninjau percobaan rudal balistik jarak jauh Hwasong-12 (Mars-12) diluncurkan militer Korea Utara

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Perseteruan antara Korea Utara (Korut) dan Amerika Serikat (AS) kembali memanas. Korea Utara mengumumkan bahwa mereka akan melakukan tindakan balas dendam kepada AS setelah Korut menerima sanksi baru dari PBB terkait program uji coba rudal yang dilakukan.

Dilansir Reuters (7/8), dalam pertemuan regional negara Asia Tenggara (ASEAN), Korea Utara siap untuk membuat Amerika Serikat membayar mahal atas tindakanyang mereka lakukan. "Korea Utara siap untuk memberi Amerika Serikat sebuah pelajaran berat dengan kekuatan nuklir strategisnya jika diperlukan tindakan militer terhadapnya (AS), dan tidak akan menempatkan program nuklirnya atau rudalnya di meja perundingan," ujar sebuah pernyataan dalam pertemuan ASEAN.

Dalam sebuah transkrip pernyataan Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong-ho, yang dibagikan kemedia di Manila, disebutkan bahwa PBB telah menyalahgunakan kewenangananya dengan memberikan sanksi kepada Korut. Sementara itu, dilansir dari Independent (7/8), Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat telah menyetujui hukuman baru untuk Korea Utara setelah meluncurkan rudal balistik antar benuapada tanggal 4 Juli dan 28 Juli 2017 lalu.

Sanksi tersebut termasuk larangan batu bara dan ekspor lainnya senilai lebih dari $ 1 (77 pence). Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk membuat Korea Utara mengalami kesulitan menghasilkan uang di seluruh dunia. PBB menargetkan ekspor utama Korea Utara dan berusaha untuk memotong aliran pendapatan tambahannya dengan menargetkan beberapa bank dan perusahaan asing.

Pernyataan Korut, yang disiarkan media pemerintah, mengatakan bahwa sanksi tersebut disebabkan oleh sebuah rencana AS yang kejam untuk mengisolasi dan menahan Korea Utara. Sanksi PBB ini tidak akan membuat Korut bernegosiasi mengenai program nuklirnya atau untuk menghentikan usaha nuklirnya. Sebaliknya, Korut akan melakukan sebuah tindakan untuk memperoleh keadilan. Walaupun pejabat terkait tidak merinci tindakan apa yang akan dilakukan.

Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong Ho menyalahkan AS atas situasi terkini di Semenanjung Korea. Ia mengatakan bahwa senjata nuklir Pyongyang dan rudal balistik antarbenua merupakan pilihan sah untuk pembelaan diri dalam menghadapi sebuahancaman nuklir yang jelas dan nyata yang diajukan oleh AS.

Peluncuran rudal negara tersebut merupakan peringatan keras bagi AS yang mencoba mengemudikan situasi Semenanjung Korea ke ambang perang nuklir dan mendorong PBB untuk menjatuhkan sanksi baru.

Berbicara di Manila Senin pagi, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, tindakan baru PBB tersebut adalah pesan tegas kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bahwa masyarakat internasional bersatu dalam komitmennya untuk melihat Semenanjung Korea tanpa senjata nuklir. "Kami berharap lagi bahwa ini pada akhirnya akan mengakibatkan Korea Utara sampai pada suatu kesimpulan untuk memilih jalur yang berbeda, dan kapan kondisinya benar bahwa kita dapat duduk dan berdialog tentang masa depan Korea Utara sehingga mereka merasa aman dan makmur secara ekonomi," kata Tillerson pada sebuah konferensi pers di ibukota Filipina seperti dilansir daricnn.com, Senin (7/8).

Pakar senjata mengatakan dua rudal balistik antarbenua (ICBM) secara teoritis mampu mencapai daratan Amerika Serikat. Beberapa ahli juga menyatakan keraguannya bahwa sanksi dari PBB dapat menghentikan program rudal dan nuklir Korea Utara. Ini dikarenakan komitmen rezim tersebut terhadap program nuklirnya dan pesatnya kemajuan yang telah merekalakukan dalam beberapa tahun terakhir. Korea Utara diatur oleh sebuah kebijakan militer yang diabadikan dalam konstitusi

Pyongyang melihat program senjatanya sebagai kunci untuk mencegah upaya perubahan rezim yang dipimpin AS dan tes rudal Juli lalu menunjukkan bahwa Pyongyang mampu menyerang AS dengan program rudalnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement