REPUBLIKA.CO.ID, YAMAN -- Pusat Transfusi Darah Nasional di Yaman mengirim seruan darurat untuk meminta bantuan segera. "Lembaga ini mungkin dipaksa tutup karena kekurangan uang," kata kepala lembaga yang dikelola negara tersebut pada Selasa (8/8).
"Pusat itu mengeluarkan seruan mendesak melalui saluran media negara pada Ahad, dan mendesak semua lembaga kemanusiaan internasional, badan amal, pengusaha, siapa saja yang tertarik untuk memberi bantuan agar pusat tersebut bisa terus beroperasi," kata Ayman Ash-Shahari.
Ayman menambahkan, bahwa penutupan pusat itu akan menjadi "bencana besar" buat negeri tersebut. "Krisis melanda pusat itu ketika badan bantuan medis Prancis, Medecins Sans Frontieres (MSF) memutuskan untuk menghentikan dukungan dan bantuan mereka," kata Ash-Shahari.
MSF telah memberitahu pusat tersebut bahwa lembaga bantuan itu telah menyerahkan bantuan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) guna membantu memerangi penyebaran wabah kolera. "Pusat tersebut telah bekerja keras sejak perang meletus lebih dari dua tahun lalu sampai sekarang untuk menyediakan kantung darah, cairan medis, dan keperluan medis lain buat pasien," katanya.
Tapi sekarang, kata dia, pusat itu menderita akibat sangat kekurangan pasokan untuk memenuhi keperluan harian yang meningkat.
Perang saudara meletus di Yaman pada Maret 2015, setelah koalisi militer Arab pimpinan Arab Saudi ikut-campur dalam konflik tersebut dengan melancarkan serangan udara secara luas guna mendukung Pemerintah Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang diakui masyarakat internasional, melawan gerilyawan Syiah Al-Houthi --yang menyerbu Ibu Kota Yaman, Sana'a, secara militer dan merebut sebagian besar provinsi di Yaman Utara.
Menurut lembaga PBB, lebih dari 10 ribu orang, kebanyakan warga sipil, telah tewas selama lebih dari dua tahun perang yang juga membuat lebih dari tiga juta orang kehilangan tempat tinggal.