REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebuah kelompok aktivis Rohingya mengecam laporan pemerintah yang mengatakan bahwa pasukan keamanan tidak melakukan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran pada muslim Rohingya. Sebuah komisi investigasi yang dikeluarkan pemerintah mengeluarkan laporannya pekan lalu, yang membersihkan tentara dan polisi dari tuduhan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran sistematis terhadap Muslim Rohingya di daerah Maungdaw di negara bagian Rakhine, sejak Oktober tahun lalu.
Badan Konsultansi Rohingya yang baru terbentuk mengatakan penolakan komisi terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang didokumentasikan secara luas terhadap Rohingya diperkirakan karena pemerintah telah menolak tuduhan tersebut.
"Laporan ini tidak akan membawa kredibilitas, dan hanya merugikan reputasi internasional pemerintah Myanmar. Kami kecewa, namun tidak terkejut dengan hasil ini," ujar perwakilan aktivis seperti dilansir Anadolu (9/8).
Para aktivis menyatakan kekhawatiran terkait laporan pemerintah tersebut yang akan memicu lebih banyak penganiayaan oleh pasukan keamanan minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine. Penyangkalan fakta-fakta yang terus berlanjut oleh pemerintah memiliki implikasi yang jauh lebih serius. Ini akan menanamkan kekebalan militer dan keamanan rasa impunitas.
Laporan komisi yang dipimpin oleh wakil presiden Myint Swe, yang merupakan salah satu mantan pemimpin junta senior, gagal mempengaruhi siapa pun di komunitas internasional, kata Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York pada hari Senin.
"Ini jelas gagal menjadi laporan yang berimbang," ujar wakil direktur HRW Phil Robertson.
Dia mengatakan bahwa komisi tersebut pada dasarnya membebaskan pasukan keamanan pemerintah dari kejahatan yang dilakukan selama operasi pembersihan, sementara militan Rohingya dihukum karena kekerasan mereka.